Thursday, March 3, 2016

TANAMAN KELAPA / Coconut ( Cocos nucifera )

KELAPA

( Cocos nucifera )

KELAPA  iptekpertanian.blogspot.com

I. UMUM

1.1. Sejarah Singkat

Kelapa ( Cocos nucifera ) merupakan tanaman perkebunan / industri berupa pohon batang lurus dari famili Palmae. Ada dua pendapat mengenai asal usul kelapa yaitu dari Amerika Selatan menurut D.F. Cook, Van Martius Beccari dan Thor Herjerdahl dan dari Asia atau Indo Pasific menurut Berry, Werth, Mearil, Mayurathan, Lepesma, dan Pureseglove. Kata coco pertama kali digunakan oleh Vasco da Gama, atau dapat juga disebut Nux Indica, al djanz al kindi, ganz-ganz, nargil, narlie, tenga, temuai, coconut, dan pohon kehidupan.

1.2. Sentra Penanaman

Kelapa banyak terdapat di negara-negara Asia dan Pasifik yang menghasilkan 5.276.000 ton (82%) produksi dunia dengan luas ± 8.875.000 ha (1984) yang meliputi 12 negara, sedangkan sisanya oleh negara di Afrika dan Amerika Selatan. Indonesia merupakan negara perkelapaan terluas (3.334.000 ha tahun 1990) yang tersebar di Riau, Jateng, Jabar, Jatim, Jambi, Aceh, Sumut, Sulut, NTT, Sulteng, Sulsel dan Maluku, tapi produksi dibawah Philipina (2.472.000 ton dengan areal 3.112.000 ha), yaitu sebesar 2.346.000 ton.

1.3. Jenis Tanaman

Klasifikasi Tanaman Kelapa  :

Kingdom: Plantae 
Subkingdom: Tracheobionta 
Super divisi : Spermatophyta 
Divisi: Magnoliophyta 
Kelas : Liliopsida 
Subkelas: Arecidae 
Ordo: Arecales 
Famili : Arecaceae 
Genus: Cocos 
Spesies : Cocos nucifera L.

Kelapa (Cocos nucifera) termasuk familia Palmae dibagi tiga: (1) Kelapa dalam dengan varietas viridis (kelapa hijau), rubescens (kelapa merah), Macrocorpu (kelapa kelabu), Sakarina (kelapa manis, (2) Kelapa genjah dengan varietas Eburnea (kelapa gading), varietas regia (kelapa raja), pumila (kelapa puyuh), pretiosa (kelapa raja malabar), dan (3) Kelapa hibrida

1.4. Manfaat Tanaman

Kelapa dijuluki pohon kehidupan, karena setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan seperti berikut: (1) sabut: coir fiber, keset, sapu, matras, bahan pembuat spring bed; (2) tempurung: charcoal, carbon aktif dan kerajinan tangan; (3)daging buah: kopra, minyak kelapa, coconut cream, santan, kelapa parutan kering(desiccated coconut); (4) air kelapa: cuka, Nata de Coco; (5) batang klelapa: bahan bangunan untuk kerangka atau atap; (6) daun kelapa: Lidi untuk sapu, barang anyaman (dekorasi pesta atau Mayang); (7) nira kelapa: gula merah (kelapa)

II. SYARAT PERTUMBUHAN

2.1. Iklim

  1. Kelapa tumbuh baik pada daerah dengan curah hujan antara 1300-2300 mm/tahun, bahkan sampai 3800 mm atau lebih, sepanjang tanah mempunyai drainase yang baik. Akan tetapi distribusi curah hujan, kemampuan tanah untuk menahan air hujan serta kedalaman air tanah, lebih penting daripada jumlah curah hujan sepanjang tahun.
  2. Angin berperan penting pada penyerbukan bunga (untuk penyerbukannya bersilang) dan transpirasi tanaman.
  3. Kelapa menyukai sinar matahari dengan lama penyinaran minimum 120 jam/bulan sebagai sumber energi fotosintesis. Bila dinaungi, pertumbuhan tanaman muda dan buah akan terlambat.
  4. Kelapa sangat peka pada suhu rendah dan tumbuh paling baik pada suhu 20-27 derajat C. Pada suhu 15 derajat C, akan terjadi perubahan fisiologis dan morfologis tanaman kelapa.
  5. Kelapa akan tumbuh dengan baik pada rH bulanan rata-rata 70-80% minimum 65%. Bila rH udara sangat rendah, evapotranspirasi tinggi, tanaman kekeringan buah jatuh lebih awal (sebelum masak), tetapi bila rH terlalu tinggi menimbulkan hama dan penyakit

2.2. Media Tanam

  1. Tanaman kelapa tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti aluvial, laterit, vulkanis, berpasir, tanah liat, ataupun tanah berbatu, tetapi paling baik pada endapan aluvial.
  2. Kelapa dapat tumbuh subur pada pH 5-8, optimum pada pH 5.5-6,5. Pada tanah dengan pH diatas 7.5 dan tidak terdapat keseimbangan unsur hara, sering menunjukkan gejala-gejala defisiensi besi dan mangan.
  3. Kelapa membutuhkan air tanah pada kondisi tersedia yaitu bila kandungan air tanah sama dengan laju evapotranspirasirasi atau bila persediaan air ditambah curah hujan selama 1 bulan lebih besar atau sama dengan potensi evapotranspirasi, maka air tanah cukup tersedia. Keseimbangan air tanah dipengaruhi oleh sifat fisik tanah terutama kandungan bahan organik dan keadaan penutup tanah. Jeluk atau kedalaman tanah yang dikehendaki minimal 80-100 cm.
  4. Tanaman kelapa membutuhkan lahan yang datar (0-3%). Pada lahan yang tingkat kemiringannya tinggi (3-50%) harus dibuat teras untuk mencegah kerusakan tanah akibat erosi, mempertahankan kesuburan tanah dan memperbaiki tanah yang mengalami erasi.

2.3. Ketinggian Tempat

Tanaman kelapa tumbuh baik didaerah dataran rendah dengan Ketinggian yang optimal 0-450 m dpl. Pada ketinggian 450-1000 m dpl waktu berbuah terlambat, produksi sedikit dan kadar minyaknya rendah.

III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

3.1. Pembibitan

3.1.1. Persyaratan Benih

Syarat pohon induk adalah berumur 20-40 tahun, produksi tinggi (80-120 butir/pohon/tahun) terus menerus dengan kadar kopra tinggi (25 kg/pohon/tahun), batangnya kuat dan lurus dengan mahkota berbentuk sperical (berbentuk bola) atau semisperical, daun dan tangkainya kuat, bebas dari gangguan hama dan penyakit.
Ciri buah yang matang untuk benih, yaitu umur ± 12 bulan, 4/5 bagian kulit berwarna coklat, bentuk bulat dan agak lonjong, sabut tidak luka, tidak mengandung hama penyakit, panjang buah 22-25 cm, lebar buah 17-22 cm, buah licin dan mulus, air buah cukup, apabila digoncang terdengar suara nyaring.

3.1.2. Penyiapan Benih

Seleksi benih sesuai persyaratan, istirahatkan benih selama ± 1 bulan dalam gudang dengan kondisi udara segar dan kering, tidak bocor, tidak langsung terkena sinar matahari dan suhu udara dalam gudang 25-27 derajat C dan dilakukan dengan menumpuk buah secara piramidal tunggal setinggi 1 meter dan diamati secara rutin.

3.1.3. Teknik Penyemaian Benih

  • Pembibitan

  1. Syarat lokasi persemaian: topografi datar, drainase baik, dekat sumber air dengan jumlah cukup banyak, dekat lokasi penanaman.
  2. Persiapan bedengan atau polybag
    Olah tanah sampai gembur sedalam 30-40 cm, bentuk bedengan dengan lebar 2 m, tinggi 25 cm dan panjang tergantung lahan dengan jarak antar bedengan 60-80 m. Untuk polybag, terbuat dari polyethylene/poliprophylene berwarna hitam dengan ukuran 50 x 40 cm dan tebal 0.2 mm, bagian bawah berlubang diameter 0.5 cm dengan jarak antar lubang 7.5 cm sebanyak 48 buah untuk aerasi dan drainase dan diisi dengan tanah top soil halus (bila tanah berat harus dicampur pasir 2:1) setinggi 2/3.
  3. Pendederan, dengan menyayat benih selebar ± 5 cm pada tonjolan sabut sebelah tangkai berhadapan sisi terlebar dengan alat yang tajam dan jangan diulang.
  4. Desifektan benih dengan insektisida dan fungisida (Azodrin 60 EC 0.1% dan difolatan 4F 0.1%) selama dua menit.
  5. Tanam benih dalam tanah sedalam 2/3 bagian dengan sayatan menghadap keatas dan mikrofil ke timur.
  6. Penanaman dengan posisi segitiga bersinggungan. Setiap satu meter persegi dapat diisi 30 - 35 benih atau 25.000 butir untuk areal 1 hektar.
    - Lama pembibitan 5-7 bulan; jarak tanam 60x60x60 cm; jumlah bibit 24.000/ha.
    - Lama pembibitan 7-9 bulan; jarak tanam 60x60x60 cm; jumlah bibit 17.000/ha.
    - Lama pembibitan 9-11 bulan; jarak tanam 60x60x60 cm; jumlah bibit 1.000/ha.
  7. Bila disemai di bedengan, maka setelah benih berkecambah (panjang tunas 3-4 cm) perlu dipindahkan ke polybag.
  8. Persemaian di polybag berlangsung selama 6-12 bulan, berdaun ± 6 helai dan tinggi 90-100 cm.
  • Pembibitan Kitri

  1. Syarat tempat: tanah datar, terbuka, dekat sumber air, dekat arel pertanaman, cukup subur dan mudah diawasi
  2. Cara membuat bedengan:
    - Tanah diolah sedalam 30-40 cm, dibersihkan dari gulma/batuan dan digemburkan.
    - Bentuk bedengan berukuran 6 x 2 x 0.2 meter dengan jarak antar bedengan 80 cm, sebagai saluran drainase.
  3. Mengajir: Mengajir sesuai dengan jarak tanam bibit yaitu 60 x 60 x 60 cm.
  4. Menanam kecambah:
    - Menanam kecambah sesuai dengan besarnya benih.
    - Menanam kecambah dalam lubang dengan tertanam sampai pangkal plumula.

3.1.4. Pemeliharaan Penyemaian

Pemeliharaan saat pendederan, meliputi:
  1. Penyiraman, dilakukan dengan menggunakan gembor atau springkel pada dua hari I 5 liter/m2/hari, tiap pagi dan sore, dan Selanjutnya 6 liter/m2/hari. Untuk mengetahui cukup tidaknya penyiraman, maka setelah 2 jam pada bagian sayatan ditekan dengan ibu jari, apabila keluar air maka penyiraman telah cukup.
  2. Pembersihan rumput-rumputan untuk mencegah adanya inang hama dan dan penyakit.
Pemeliharaan pada saat pembibitan, yaitu:
  1. Penyiraman, dilakukan sampai jenuh, selanjutnya dapat disiram dengan gembor, selang atau spingkel pada pagi dan sore hari. Kebutuhan penyiraman per polybag per hari, tergantung pada umur bibit.
  2. Proteksi, dengan pemberian insektisida atau fungisida dengan dosis rata-rata 2 cc/liter dan disemprotkan pada tanaman sampai basah dan merata.
  3. Penyiangan gulma, dilakukan setiap satu bulan sekali, dengan mekanis maupun herbisida.
  4. Pemupukan, yaitu Nitrogen, Phosphat, Kalium dan Magnesium yang dilakukan setiap bulan sekali dengan mencampurakannya kedalam tanah polybag setebal 3 cm.
  5. Seleksi bibit, meliputi: memisahkan tanaman yang kerdil, terkena penyakit dan hama dan dilakukan terus menerus dengan interval 1 bulan setelah bibit berumur 1 bulan Syarat-syarat bibit yang baik:

3.1.5. Pemindahan Bibit

Pemindahan bibit sebaiknya saat musim hujan, dengan cara:
  1. Bibit kitri; dipindahkan dalam bentuk bibit cabutan yang dibongkar dari persemaian bibit. Umur bibit sewaktu pemindahan telah mencapai 9-12 bulan. Pemindahan harus hati-hati dan dijaga kitri dalam keadan utuh.
  2. Bibit polybag; dipindahkan pada umur 9-12 bulan. Dua sampai tiga hari sebelum dipindahkan akar yang keluar dari polybag harus dipotong.
 

3.2. Pengolahan Media Tanam

3.2.1. Persiapan

Persiapan yang diperlukan adalah persiapan pengolahan tanah dan pelaksanaan survai. Tujuannya untuk mengetahui jenis tanaman, kemiringan tanah, keadaan tanah, menentukan kebutuhan tenaga kerja, bahan paralatan dan biaya yang diperlukan.

3.2.2. Pembukaan Lahan

  • Lahan berupa hutan
    Kegiatan yang dilakukan meliputi: (a) Penebasan semak atau perdubahkan apabila memungkinkan didongkel, dikumpulkan, dikeringkan dan dibakar, (b) Penebangan pohon, dengan tinggi penebangan tergantung besarnya pohon.
  • Lahan tanaman kelapa tua
    Pohon kelapa tua ditebang pada leher akar. Apabila memungkinkan batang kelapa dapat dijual sebagai bahan bangunan.
  • Areal alang-alang
    Tindakan yang dilakukan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
  1. Alang-alang tinggi < 80 cm
    • Babat alang-alang menjadi ± 20 cm, selanjutnya dibiarkan agar tumbuh kembali sampai 30-40 cm.
    • Semprot dengan herbisida yang mengandung bahan aktif glyphosate (Round up) sebanyak 5 liter, 2,4 diamine, MSMA, dan Dowpon. Pengguanan Round up untuk tiap hektar diperlukan.
    • Setelah dua minggu, lakukan penyemprotan koreksi dengan cara spot spraying menggunakan round up sebanyak 0.5 liter per hektar
  2. Alang-alang tinggi >80 cm; Seperti pada point 2 dan 3 untuk alang-alang < 80 cm.
  • Lahan bekas pertanian
    Tidak perlu pembuakaan lahan lagi, dan dapat langsung dilakukan tindakan-tindakan pengajiran, pembuatan lubang tanam, penanaman legume dan tindakan lain yang diperlukan selanjutnya.

3.2.3. Pembentukan Bedengan

Bedengan dibuat melingkar lokasi dengan diameter 200 cm untuk mencegah hujan masuk ke leher batang tanaman bibit.

3.2.4. Pengapuran

Pengapuran dilakukan apabila tanah mempunyai keasaman yang tinggi. Pengapuran dilakukan pada tanah sampai pH 6-8.

3.2.5. Pemupukan

Pemupukan menggunakan pupuk TSP sebanyak 300 gram untuk tiap lubang (lokasi yang ditanami) dengan cara dicampurkan pada tanah top soil yang berada di sebelah utara lubang, kemudian memasukkan tanah tersebut dalam lubang.

3.3. Teknik Penanaman

3.3.1. Penentuan Pola Tanam

Sistem tanam yang baik yaitu sistem tanam segi tiga karena pemanfatan lahan dan pengambilan sinar matahari akan maksimal. Jarak tanam 9 x 9 x 9 meter, dengan pola ini jumlah tanaman akan lebih banyak 15% dari sistem bujur sangkar.

3.3.2. Pembuatan Lubang Tanam

Pembuatan lubang tanam dilakukan paling lambat 1-2 bulan sebelum penanaman untuk menghilangkan keasaman tanah, dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm sampai dengan 100 x 100 x 100 cm. Pembuatan lubang pada lahan miring (>20o) dilakukan dengan pembuatan teras individu selebar 1.25 m ke arah lereng diatasnya dan 1 m ke arah lereng di bawahnya. Teras dibuat miring 10 derajat ke arah dalam.

3.3.3. Cara Penanaman

Penanaman dilakukan pada awal musim hujan, setelah hujan turun secara teratur dan cukup untuk membasahi tanah; waktu penanaman adalah pada bulan setelah curah hujan pada bulan sebelumnya mencapai 200 mm. Adapun cara penanaman adalah sebagai berikut:
  1. Top soil dicampur dengan pupuk phospat 300 gram per lubang dan dimasukkan ke lubang tanam.
  2. Polybag dipotong melingkar pada bagian bawah, dimasukkan ke lubang tanam, dan dibuat irisan sampai ke ujung, bejkas polybag selanjutnya digantungkan pada ajir untuk meyakinkan bahwa polybag sudah dikeluarkan dari lubang tanam. Arah penanaman harus sama.
  3. Bibit ditimbuan tanah yang berada di sebelah selatan dan utara lubang, dipadatkan dengan ketebalajn 3-5 cm diatas sabut bibit kelapa.
  4. Kebutuhan bibit 1 ha, apabila jarak tanam 9 x 9x 9 m , segitiga sama sisi, adalah 143 batang dan bibit cadangan yang harus disediakan untuk sulaman 17 batangj, sehingga jumlah bibit yang harus disediakan 160 batang.

3.3.4. Lain-lain

  1. Pemberian mulsa.
    Setelah di tanam, tanah sekitar tanjaman ditutup dengan mulsa (daun-daunan hijau dari semak-semak, lalang atau rumput-rumputan lainnya dan juga jerami). 
  2. Penanaman tanaman penutup 
    Dilakukan sebelum musim hujan dengan famili Legminosae (Legume Cover Crop, LCC) agar biji penutup tanah tidak membusuk. Keuntungannya menekan pertumbuhan gulma dan perkembangan hama Oryctes rhinoceros, memperbaiki kandungan nitrogen dan memperbaiki struktur tanah, mengurangi penguapan, mencegah erosi dan menahan aliran permukaan, memperkecil amplitudo temperatur siang dan malam.

3.4. Pemeliharaan Tanaman

3.4.1. Penjarangan dan Penyulaman

Penyulaman dilakukan terhadap tanaman yang tumbuh kerdil terserang hama dan penyakit berat dan mati, dilakukan pada musim hujan setelah tanaman sebelumnya didongkel dan dibakar pada musim kemarau. Kebutuhan tanaman tergantung pada iklim dan intensitas pemeliharaan biasanya untuk 143 batang/Ha 17 batang.

3.4.2. Penyiangan

Penyiangan dilakukan pada piringan selebar 1 meter pada tahun, tahun kedua 1,5 meter, dan ketiga 2 meter. Caranya menggunakan koret atau parang yang diayunkan ke arah dalam, memotong gulma sampai batas permukaan tanah dengan interval penyiangan 4 minggu sekali (musim hujan) atau 6 minggu-2 bulan sekali (musim kemarau).

3.4.3. Pembubunan

Dilakukan setelah tanaman menghasilkan dengan cara menimbunkan tanah dibagian atas permukaan sekitar pohon hingga menutup sebagian batang pohon yang dekat dengan akar.

3.4.4. Perempalan

Dilakukan terhadap daun dan penutup bunga yang telah kering (berwarna coklat), dengan cara memanjat pohon kelapa ataupun dibiarkan sampai jatuh sendiri.

3.4.5. Pemupukan


Pemupukan dilakukan apabila tanah tidak dapat memenuhi unsur hara yang dibutuhkan.
a) Pada umur 1 bulan diberi 100 gram urea/pohon menyebar pada jarak 15 cm dari pangkal batang. 
b) Selanjutnya 2 kali setahun yaitu pada bulan April/mei (akhir musim hujan) dan bulan Oktober/Nopember (awal musim hujan).

Cara pemberian pupuk:
  1. menyebar dalam lingkaran mengeliling tanaman.
  2. Pupuk N, K, Mg diberikan bersamaan sedangkan P 2 minggu sebelumnya.
  3. Sebelum pupuk nitrogen diberikan, tanah digemburkan untuk menghindari pencampuran dengan pupuk phospat karena dapat merugikan. Pada tanaman belum menghasilkan disebarkaan 30 cm dari pangkal batang sampai pinggir tajuk.
  4. Tutup dengan tanah daerah penyebaran pupuk.
Dosis pupuk tanaman kelapa sesuai umur tanaman (gram/pohon):
  1. Saat tanam: RP = 100 gram/pohon.
  2. Satu bulan setelah tanaman: Urea = 100 gram/pohon, TSP = 100 gram/pohon, KCl = 100 gram/pohon, Kieserite = 50 gram/pohon.
  3. Tahun pertama
    • Aplikasi I: Urea = 200 gram/pohon, KCl = 300 gram/pohon, Kieserite 100 gram/pohon.
    • Aplikasi II: Urea = 200 gram/pohon, TSP = 250 gram/pohon, KCl = 300 gram/pohon, Kieserite = 100 gram/pohon, Borax = 10 gram/pohon
  4. Tahun Kedua
    • Aplikasi I: Urea = 350 gram/pohon, KCl = 450 gram/pohon, Kieserite = 150 gram/pohon.
    • Aplikasi II: Urea = 350 gram/pohon, TSP = 600 gram/pohon, KCl = 450 gram/pohon, Kieserite = 150 gram/pohon dan Borax 25 gram/pohon.
  5. Tahun ketiga
    • Aplikasi I: Urea = 500 gram/pohon, KCl = 600 gram/pohon, Kieserite = 200 gram/pohon.
    • Aplikasi II: Urea = 500 gram/pohon, TSP = 800 gram/pohon, KCl = 600 gram/pohon dan Kieserite = 200 gram/pohon.
  6. Tahun Keempat
    • Aplikasi I: Urea = 500 gram/pohon, KCl = 600 gram/pohon, Kieserite = 200 gram/pohon.
    • Aplikasi II: Urea = 500 gram/pohon, TSP = 800 gram/pohon, KCl = 600 gram/pohon dan Kieserite = 200 gram/pohon.

3.4.6. Pengairan dan Penyiraman

Penyiraman dilakukan pada musim kemarau untuk mencegah kekeringan dilakukan dua atau tiga hari sekali pada waktu sore. Caranya dengan mengalirkan air melalui parit-parit di sekitarbedengan atau dengan penyiraman langsung.

3.4.7. Waktu Penyemprotan Pestisida

Dilakukan setiap 20 hari dengan mengggunakan Sevin 85 WP, Basudin 10 gram, Bayrusil 25 EC dengan kosenttrasi 0.4% setip 10 hari atau 0.6% setiap 20 hari. Caranya menggunakan sprayer.

3.4.8. Lain-lain

Perbaikan saluran drainase/cuci parit/kuras got dilakukan awal musim hujan dengan cara: memabat gulma dalam parit, menggaruk gulma pada dinding saluran dengan cangkul, dikumpulkan ditengah, pisahkan gulma dengan tanah dengan cara menghempas-hempaskan gulma dengan cangkul dan keluarkan semua kotoran dari parit, angkat tanah yang longsor kedalam parit, bentuk parit sesuai dengan ukuran, usahakan air dapat mengalir dengan baik, Pengerjaan dimulai dari muara ke hulu.
Ada beberapa cara melakukan sanitasi dalam budidaya tanaman kelapa, antara lain:
  • Cara sanitasi Gawang
    1. membakar sisa-sisa kayu pada gawangan dengan hati-hati.
    2. mengumpulkan sampah dan sisa-sisa kayu pada gawangan dengan tinggi tidak lebih 40 cm, luas tumpukan 1 x 1 meter.
  • Cara sanitasi pohon
    1. membebaskan mahkota pohon dari segala kotoran dan bahan-bahan kering pada gawangan.
    2. Membakar dengan hati-hati.

3.5. Hama dan Penyakit

3.5.1. Hama Perusak Pucuk

  1. Kumbang nyiur (Oryctes Rhinoceros)
    Ciri: bentuk kumbang dengan ukuran 20-40 mm warna hitam dengan bentuk cula pada kepala Gejala: (1) hama ini merusak tanaman yang berumur 1-2 tahun; (2) tanaman berumur 0-1 tahun, lubang pada pangkal batang dapat menimbulkan kematian titik tumbuh atau terpuntirnya pelepah daun yang dirusak; (3) pada tanaman dewasa terjadi lubang pada pelepah termuda yang belum terbuka; (4) ciri khas yang ditimbulkan yaitu janur seperti digunting berbentuk segi tiga; (5) stadium yang berbahaya adalah stadium imago (dewasa) yang berupa kumbang; Pengendalian: (1) sanitasi kebun terhadap sisa-sisa tebangan batang kelapa; (2) menggunakan virus Bacullovirus oryctes dan Mettarrizium arrisophiae; (3) memberikan carbofura (furadan 3G) atau carbaryl (sevin 5G) 10/pohon dengan interval 2 bulan sekali. 
  2. Kumbang sagu (Rhynchophorus ferruginous)
    Ciri: imago, berbentuk kumbang dengan masa perkembangan 11-18 hari. Ciri khas nya adalah tinggal di kokon sampai keras. Gejala: merusak akar tanaman muda, batang dan tajuk, pada tanaman dewasa merusak tajuk, gerekan pada pucuk menyebabkan patah pucuk, liang gerekan keluar lendir berwarna merah coklat. Pengendalian: (1) hindari perlukaan, bila luka dilumuri ter; (2) potong dan bakar tanaman yang terserang; (3) sanitasi kebun; (4) secara kemis dengan insektisida Thiodan 35 EC 2-3 cc/liter larutan, Basudin 10 G dan sevin 85 SP pada luka dan diperkirakan ada serangan Kumbang sagu;

3.5.2. Hama Perusak Daun

  1. Sexava sp 
    Ciri: belalang sempurna dengan ukuran 70-90 mm, berwarna hijau kadang-kadang coklat. Masa perkembangan 40 hari. Gejala: (1) merusak daun tua dan dalam keadaan terpaksa juga merusak daun muda, kulit buah dan bunga-bunga; (2) merajalela pada musim kemarau; (3) pada serangan yang hebat daun kelapa tinggal lidi-lidinya saja.
    Pengendalian: (1) cara mekanis: menghancurkan telur dan nimfanya, menangkap belalang (di Sumatera dengan perekat dicampur Agrocide, Lidane atau HCH, yang dipasang sekeliling batang) untuk menghalangi betina bertelur di pangkal batang dan menangkap nimfa yang akan naik ke pohon; (2) cara kultur teknis: menanam tanaman penutup tanah (LCC), misalnya Centrosema sp., Calopogonium sp., dan sebagainya; (3) cara kemis: menyrmprot dengan salah satu atau lebih insektisida, seperti BHC atau Endrin 19,2 EC 2cc/liter air, menyemprotkan disekitar pangkal batang sampai tinggi 1 meter, tanah sekitar pangkal batang diameter 1,5 m 6 liter/pohon. Insektisida lain yang dapat digunakan: Sumithion 50 EC, Surecide 25 EC, Basudin 90 SC atau Elsan 50 EC; (4) cara biologis: menggunakan parasit Leefmansia bicolor tapi hasilnya belum memuaskan. 
  2. Kutu Aspidiotus sp
    Ciri: kutu berperisai, jantan bersayap dengan ukuran 1,5-2 betina, jantan 0,5 mm. Imago jantan berwarna merah/merah jambu dan betina berwarna kuning sampai merah. Gejala: (1) bercak-bercak kuning pada permukaan bagian bawah daun; (2) pada serangan berat daun berwarna merah keabu-abuan, tidak berkembang (tetap kecil), tidak tegak, kemudian tajuknya terkulai dan mati; (3) akibat serangan dalam waktu 2-5 tahun tidak mau berbuah. Pengendalian: menggunakan musuh alami yaitu predator Cryptognatha nodiceps Marshall atau parasit Comperiella unifasciata Ishii. 
  3. Parasa lepida
    Ciri: kupu-kupu berentang sayap 32-38 mm berwarna kuning emas muda, masa pertumbuhan ± 375 hari. Gejala: memakan anak-anak daun sebelah bawah setempat-setempat, tetapi tidak sampai tembus, meninggalkan bekas ketaman/gigitan yang melebar sehingga tinggal urat-uratnya serta jaringan daun atas, ulat yang tua merusak daun dari pinggir ke tengah sampai lidinya, serangan hebat tinggal lidinya dan nampak gundul. Pengendalian: (1) menggunakan musuh alami parasit ulat Apanteles parasae; (2) kepompong dapat menggunakn lalat parasit Chaetexorista javana; (3) perogolan pohon yang terserang pada masa stadium ulat atau dengan mengumpulkan kepompongnya; (4) penyemprotan dengan insektisida Dimecron 50 EC. Suprecide 10 atau menyuntik batang dengan Ambush 2 EC 2-3 cc/liter air pada stadium larva konsentrasi. 
  4. Darna sp
    Ciri: imago berbentuk kupu-kupu dengan rentang sayap 14-20 mm. Masa pertumbuhan 30-90 hari. Gejala: (1) pada musim kering, Meninggalkan bekas gigitan tidak teratur pada daun tua, pelepah daun terbawah terkulai; (2) daun-daun yang rusak hebat menjadi merah-sauh, kecuali pucuknya dan beberapa daun yang termuda; (3) tandan-tandan buah dan daun sebelah bawah terkulai bagaikan layu terutama kalau kering dan akhirnya bergantung kebawah di sisi batangnya. (4) buahnya gugur; (5) daun-daun mudak duduk seperti biasa, tetapi kadang-kadang mulai merah sauh. Hanya pucuknya dan daun-daun yang masih muda sekali yang utuh. Pengendalian: (1) mengadakan pronggolan daun dan kemudian membakarnya; (2) menggunakan parasit musuhnya yaitu parasit kepompong Chaetexorista javana, Ptycnomyaremota, Musca conducens; atau tabuhan-tabuhan parasit Chrysis dan Syntomosphyrum; (3) menyuntikkan pestisida Ambush 2 EC 2-3 cc/liter air atau penyemprotan pada stadium larva. Atau insektisida Agrothion 50 EC dengan konsentrasi 0,2-0.4%, Basudin 60 EC dengan konsentrasi 0,3%. 
  5. Ulat Artona (Artona catoxantha)
    Gejala: (1) pada helaian daun terjadi kerusakan dengan adanya lubang seperti jendela kecil; (2) jika serangan berat, tajuk tanaman kelapa nampak layu dan seperti terbakar; (3) pada bagian bawah anak daun terlihat beberapa /bekas serangan menyerupai tangga, dengan tulang daun arahnya melintang seperti anak tangga; (4) stadium berbahaya adalah larva. Pengendalian: (1) jika setiap dua pelepah terdapat 5 atau lebih stadium hidup maka perlu dilakukan penangkasan semua daun, dan ditinggalkan hanya 3-4 lembar daun termuda; (2) menggunakan tawon kemit (Apanteles artonae) yang merusak ulat atau Ptircnomya dan Cardusia leefmansi; (3) menggunakan insektisida Ambush 2 EC 5 gram/hektar melalui suntikan batang ataupun penyemprotan pada stadium larva.

3.5.3. Hama Perusak Bunga

  1. Ngengat bunga kelapa (Batrachedra sp.)
    Gejala: lubang pada seludang bunga yang belum membuka, kemudian masuk ke dalam bunga jantan dan betina. Dalam waktu singkat bunga jantan menjadi kehitam-hitaman, bunga betina mengeluarkan getah dan akhirnya rontok. Pengendalian: (1) melabur lubang dengan Basudin 60 EC atau disemprot dengan BHC dengan konsentrasi 0,1%; (2) secara biologis dengan parasit Sylino sp. 
  2. Ulat Tirathaba
    Ciri: ulat berwarna coklat kotor bergaris memanjang pada punggungnya, berukuran 22 mm. Masa keperidiannya 12-31 hari. Gejala: (1) bunga jantan berlubang-lubang lebih banyak dari bunga betina; (2) buah yang baru kadang berlubang-lubang; (3) banyak tahi ulat; (4) bunga-bunga jantan gugur dankotoran-kotoran lain melekat menjadi satu bergumpal-gumpal kecil; (5) bongkol bunga penuh kotaoran dan berbau busuk. Pengendalian: (1) mengumpulakn bunga-bunga yang terserang dan membakarnya; (2) pemotongan mayang dan membakarnya; (3) membersihan pangkal daun kelapa dari pupa dan larva; (4) menggunakan parasit hama yaitu Telenomus tirathabae yang merusak telur 6%, Apanteles Tirathabae membinasakan ulat muda 18-40%, lalat parasit Eryciabasivulfa membunuh ulat 6-3%, parasit kepompong Melachnineumon muciallae, Trichhospilus pupivora dan Anacryptus impulsator masing-masing mempunyai daya bunuh 10%, 2 % dan 3,5 %. Sejenis cecopet yaitu Exypnus pulchripenneis memakan ulat hidup-hidup; (5) menggunakan insektisida Sevin 85 S dengan menyemprotkan pada bagian bunga dan bagian pangkal daun.

3.5.4. Hama Perusak Buah

  1. Tikus pohon, Rattus rattus roque
    Ciri: hidup di tanah, pematang sawah, atau dalam rumah. Gejala: (1) buah kelapa berlubang dekat tampuknya.; (2) lubang pada sabut dan tempurung sama besarnya. Bentuk tidak rata kadang bulat, kadang melebar. Pengendalian: (1) memburu tikus, memasang perangkap atau umpan-umpan beracun; (2) sanitasi mahkota daun kelapa agar tidak menjadi sarang tikus. 
  2. Tupai/ bajing, Callosciurus notatus dan C. Nigrovitatus
    Gejala: (1) menggerek buah kelapa yang sudah agak tua di bagian ujung buah; (2) lubang gerakan pada bagian tempurung bulat, tapi bagian serabut tidak rata; (3) isi buah habis dimakan 2-3 hari; (4) seekor bajing merusak 1-2 buah dalam 1 bulan. Pengendalian: sama dengan pemberantasan tikus.
3.5.5. Hama Perusak Bibit
  1. Anai-anai randu, Coptotermes curvignatus.
    Ciri: imago berwarna coklat-hitam (laron, kalekatu, siraru). Gejala: (1) anai-anai menyerang bibit dengan merusak sabut dari buah atau benih yang disemai. Serangan terjadi pada lahan lateris yang bertekstur pasir berlempung yang sarang; (2) bibit layu pucuknya kemudian mati. Pohon kelapa muda kadang-kadang pula mati pucuknya kemudian binasa. Pada batang sering nampak lorong anai-anai yang dibuat dari tanah, dari bawah menuju ke atas. Pengendalian:
    (1) pada waktu membuat persemaian dan membuka tanah, sisa-sisa tumbuhan disingkirkan/ dibakar; (2) membuat persemaian dengan diberi lapisan pasir sungai yang bersih dan tebal. Atau campur tanah dengan BHC 10% dengan dosis 65 kg/ha sebelum menyemai; (3) lakukan seedtreatment pada benih sebelum disemai dengan Azodin. 
  2. Kumbang bibit kelapa (Plesispa reichei Chap)
    Ciri: imago berbentuk kumbang dengan masa keperidian 90 hari. Gejala: (1) daun bibit atau daun kelapa muda yang berumur 1-4 tahun mula-mula bergaris-garis yaitu bekas dimakan kumbang. Garis-garis bersatu menjadi lebar. Tempat-tempat tersebut membusuk atau kering; (2) daun kelapa dapat menjadi kering atau sobek-sobek seperti terkena angin kencang; (3) serangan yang hebat dapat mematikan bibit atau tanaman muda. Pengendalian: (1) pengambilan terhadap setiap stadium dengan tangan; (2) disemprot dengan Diacin 60 EC dengan dosis 1,5-2 cc/liter air; (3) berikan Furadan 3 G di polybag 2-5 gram per bibit; (4) cara biologis dengan parasit telur Oencyrtus corbetti dan Haeckliana brontispae atau tabuhan parasit larva dan kepompong Tetrastichodes plesispae. 
  3. Belalang bibit kelapa, Valanga transiens
    Ciri: imago berwarna merah-sauh bersemu kuning. Kakinya kekuning-kuningan. Pada kaki belakang nampak 2 bercak hitam. Pada syap belakang, ayaitu yabng cerah tidak ada warna merah pada pangkalnya. Panjang belalang jantan 37-50 mm, sedang betina 55-60 mm. Gejala: (1) gigitan yang tidak beraturan pada daun kelapa bibit yang berada dibawah 1 tahun dan yang belum terbelah; (2) untuk bibit yang daunya telah membuka tidak terlalu menderita oleh serangan ini. Pengendalian: dengan menyemprotkan basudin 60 EC atau Dimecron 50 EC.
3.5.6. Penyakit Menyerang Bibit
  1. Penyakit bercak daun (Gray leaf spot); penyebab cendawan Pestalotia palmarum Cooke.
    Gejala: (1) timbul bercak-bercak yang tembus cahaya pada daun-daun dan kemudian berubah warna menjadi coklat kekuning-kuningan sampai kelabu; (2) bercak-bercak bersatu membentuk bercak yang lebih besar yang terdapat bintik-bintik yang terdiri dari acervuli cendawan. Pengendalian: bibit disemprot dengan fungisida misalnya Dithane M-45 atau Perenox dengan dosis 0.1-0.2 %. 
  2. Penyakit busuk janur (spear rot)
    Penyebab: cendawan Fusarium sp. Gejala: (1) timbul becak-becak tembus cahaya pada permukaan daun yang kemudian segera menjadi coklat kekuningan dan sering bersatu membentuk becak yang lebih besar; (2) pada becak terdapat bintik-bintik yang terdiri acervuli cendawan; (3) daun yang terserang akan mati lebih cepat. Pengendalian: menyemprotan bibit atau tanaman muda dengan fungisida yang mengandung senyawa Cu, misalnya Bubur Bordo atau Koper Oxyclorida. 
  3. Penyakit bercak daun (Brown leaf)
    Penyebab: cendawan Helminthosporium incurvatum. Gejala: (1) pada permukaan daun timbul bercak-bercak bulat kecil yang kemudian bertambah besar dan berubah warna menjadi coklat tua; (2) bercak-bercak tersebut kemudian berubah menjadi lonjong dan memanjang. Pengendalian: semprotlah bibit atau tanamanmuda yang baru dipindahkan dengan fungisida Difolatan 4F, Dithane M-45 atau Daconil 75 WP. 
  4. Penyakit busuk kuncup (Pre-emergent shoot rot).
    Penyebab: cendawan Marasmius palmavirus. Gejala: (1) menyerang benih yang baru tumbuh. Pada stadium infeksi awal, bila sabutnya dibuka terlihat bercak-bercak dan lapisan miselia berwarna putih atau putih kemerah-merahan pada kuncup dan tepi bakal daun; (2) penyakit ini dapat timbul akibat benih yang ketularan, baik waktu di lapangan maupun waktu berkecambah. Pengendalian: (1) untuk mencegah infeksi pada benih, sebelum benih disemauikan sebaiknya didesinfektir dahulu dengan fungisida dengan jalan merendamnya di dalam larutan Difolatan 4F; (2) usahakan adanya sanitasi dan menghindarkan terjadinya kelembaban yang terlalu tinggi dipersemaian, karena cendawan ini akan berkembang baik pada kelembaban tinggi.

3.5.7. Penyakit Menyerang Tanaman Muda

  1. Penyakit busuk tunas (Bud rot); penyebab cendawan Phytophthora palmivora Buttler.
    Gejala: (1) mengeringnya daun-daun muda di tengah-tengah tajuk; (2) daun berwarna coklat dan patah pada pangkalnya; (3) pangkal membusuk, yang kemudian dapat mencapai titik tumbuh sehingga pertumbuhan tanaman terhenti dan mati; Pengendalian: belum diketahui cara penanggulangan yang tepat dan efektif. 
  2. Penyakit sarang laba-laba (Leaf blotch); penyebab cendawan Corticium penicillatum.
    Gejala: (1) adanya becak-becak kecil basah, umumnya pada permukaan bawah daun bibit kelapa, berbentuk bulat, berdiameter kurang dari 3 mm dan berwarna coklat muda (2) bercak-becak meluas dengan cepat, dan warnanya berubah menjadi cokalt tua. Beberapa becak bersatu dan terjadi nekrosis besar memanjang tidak beraturan. Cara pencegahan: (1) semprotlah bibit atau tanaman muda dengan fungisida seperti Benlate, Dithane M-45, atau lainnya; (2) daun yang terserang sebaiknya dipotong dan dibakar; (3) hindarilah terjadinya kelembaban yang terlalu tinggi.

3.5.8. Penyakit Menyerang Tanaman yang Menghasilkan

  1. Penyakit pucuk busuk (Bud rot)
    Penyebab: cendawan Phythopthora palmivora, Erwinia sp., Bacillus sp., gangguan fisiologis dan akibat sembaran petir. Gejala: (1) pucuk atau tunas bakal daun mengalami pembusukan sebelum sempat tumbuh keluar. Pembusukan akan menjalar kebagian lainnya. Bila pangkal pelepah terkena, tanaman layu dan lambat laun mati; (2) pada tanaman tua, mahkota kelihatan menguning dan lambat laun berguguran mulai dari ujung. Buah-buah yang masih muda kemudian rontok. Pada kerusakan yang berat, mahkota daun gugur seluruhnya. Pengendalian: (1) bila nampak gejala ini, berilah bordo pasta 1% pada bagian yang diperkirakan terserang penyakit ini, sebelumnya telah dibersihkan terlebih dulu; (2) semprotkan bubur Bordo 1% atau fungisida lainnya seperti Koper oxyclorida, Dithane M-45 dan alin-lain untuk mencegah penularan. 
  2. Penyakit layu Natuna
    Penyebab: Thielaviopsis sp., Botrydiplodia sp., Fusarium sp., Chlaropsis sp., bakteri Erwinia sp., dan Pseudomonas sp. Gejala: (1) layu yang muncul secara tiba-tiba pada seluruh bagian daun mahkota. Kemudian warna berubah menjadi kusam, pelepah-pelepah bergantungan dan akhirnya berguguran berikut tandan buahnya; (2) proses kematian sangat cepat 1-3 bualan sejak gejala awal mulai muncul. Pengendalaian: (1) penataan air tanah dengan membuat saluran-saluran drainase; (2) pengoalah tanah yang abik, berupa pemeliharaan, pemupukan dan pola tanam yang tepat; (3) karantina tanaman agar tidak terjadi lalu lintas gelap yang dapat mengakibatkan penyebaran penyakit dari satu daerah ke daerah lain; (4) menanam bibit yang sehat, subur dan kuat. Membongkar dan membinasakan tanaman yang terserang penyakit. 
  3. Penyakit gejala layu kuning
    Penyebab: (1) faktor lingkungan yang jelek misalnya aera, genangan air dan kekeringan; (2) faktor kultur teknis, misalnya cara pengolahan tanah yang tidak menurut aturan, penggunaan pestisida yang tidak tepat, pemupukan yangkurang dan tidak teratur; (3) keadaan vegetasi, misalnya kebun banyak gulma dan kotor; (4) Faktor hama/penyakit yang berkembang biak tanpa terkontrol; (5) faktor fisiologis, misalnya gangguan pada akar akibat kondisi tanah yang kurang cocok, sehingga metabolisme tanaman terganggu. Gejala: (1) seluruh atau sebagian daun berwarna kuning terutama bila terkena sinar matahari; (2) tanaman tumbuh kerdil, makin ke pucuk ukuran pelepah dan daun makin kecil; (3) sebagian pelepah bagian atas kurus dan menekuk pada ujungnya dan sebagian pelepah bagian bawah menggantung dan kering; (4) bunga dan bakal buah jarang sekali. Buah muda berguguran dan sedikit sekali yang sanggup menjadi tua. Ukuran buah kecil dan bersegi-segi tidak teratur; (5) ukuran mayang yang tumbuh setelah pohon sakit lebih pendek dan kecil, merekah serta terbuka tidak sempurna. Adakalanya mayang yang masih terbungkus; (6) membusuk menyerupai serangan penyakit busuk. Pengendalian: dilaksanakan melalui perbaikan sanitasi, kultur teknis dan tindakan lain. 
  4. Penyakit bercak daun
    Penyebab: cendawan Pestalotia sp., Gloeosporium sp., Helminthosphorium sp., Fusarium sp., Thielaviopsis sp., Curvularia sp., dan Botrydiplodia sp. Penyebaran penyakit ini melalui penyebaran spora melalui udara, air ataupun serangga. Gejala: (1) pada daun muda dan tua terdapat becak-becak dalam berbagai bentuk dan rupa; (2) pada berbagai bagian daun terjadi perubahan warna, mula-mula berupa bintik-bintik kuning, kemudian hijau yang berangsur hilang; (3) bintik-bintik meninggalkan bekas terang berupa warna tertentu seperti hitam, abu-abu dan coklat. Bagian tersebut kemudian kering karena jaringan mati; (4) bentuk pinggiran becak-becak tidak teratur, ada yang berupa lingkaran, oval, lonjong atau belah ketupat; (5) pada serangan berat seluruh mahkota dan daun kelihatan kering, daun-daun dalam keadaan mennutup. Pada tanaman yang telah berbuah, akibat tidak langsung buah-buah muda atau putik gugur sebelum waktunya. Pengendalian: (1) memotong bagian daun yang terserang, kemudian dibakar sampai habis; (2) tanaman disemprot dengan fungisida, misalnya Dithane M-45, Difotan 4F, Koper Oxychlorida atau Cobox 50, dengan konsentrasi 0.1-0.2 %. 
  5. Penyakit rontok buah (Immature Nut Fall)
    Penyebab: cendawan Phythophthora palmivora. Gejala: (1) buah rontok; (2) pada bagian pangkal buah terdapat bagian yang busuk. Atau sebagi akibat cendawan Thielaviopsis paradoxa. Pengendalian: (1) pemupukan yang teratur dan pemberian air pada musim kemarau; (2) menyemprot tanaman yang terserang dengan fungisida yang mengandung Cu, misalnya bubur Bordo atau Koper Oxyclorida. 
  6. Penyakit karat batang
    Penyebab: cendawan Ceratostomella paradoxa. Gejala: (1) batang menjadi rusak dan dari celah-celah batang yang berwarna karat akan keluar cairan, dimana jaringan pada bagian ini telah rusak; (2) terjadi gangguan fisiologis yang mempengaruhi pertumbuhannya. Pengendalian: menyayat atau mengerok bagian yang rusak, tutup dengan penutup luka (misalnya ter). 
  7. Penyakit busuk akar
    Penyebab: cendawan Ganoderma lucidum. Gejala: pembusukan akar akibat permukaan air tanah yang dangkal, drainase jelek dan tata udara yang buruk. Pengendalian: perbaikan sifat-sifat fisik tanah dan pembuatan saluran-saluran drainase. Pohon yang terserang penyakit dibongkar dan dibakar pada tempat yang terpisah. 
  8. Penyakit akar
    Penyebab: cendawan parasit yang kadang-kadang diperburuk pula dengan adanya gangguan nematoda parasit. Gejala: (1) adanya perubahan warna daun secara berangsur-angsur. Warna kuning pucat pada daun terbawah berangsur-angsur hilang ke bagian daun yang lebih muda; (2) ujung-ujung daun mengkerut dan banyak yang kering. Gejala ini seperti gejala defisiensi unsur hara, karena terjadinya gangguan transportasi dalam jaringan tanaman. Pengendalian: dengan cara kultur teknis dan sanitasi seperti yang dilakukan pada penyakit layu natuna.
3.5.9. Gulma
  • Lalang (Imperata cylinddrica), pertumbuhan tinggi dapat mencapai 1-2 meter, penyebaran sangat cepat melalui rhyzoma (rimpang) maupun buahnya yang bersayap.
  • Teki (Cyperus rotrendus)
  • Lampuyangan (Panium repens)
  • Pahitan (Paspalum konjugatum)
  • Sembung rambat (Mikania cordata); tanaman ini mengeluarkan racun kepada tanaman lainmelalui cairan akarnya yang dapat menekan kegiatan bakteri pengikat nitrogen.
  • Tahi ayam (Lantana camara)
  • Kipahit (Euphathorium odorotum); tanaman ini dapat mencapai ketinggian 4-5
  • eter dan berbentuk belukar.
Cara pemberantasan gulma, meliputi :
  • Penyiangan secara mekanis: (1) clean weeding, pengendalian gulma secara keseluruhan pada areal pertanaman; (2) selecting weeding, pengendalian gulma pada sekitar tanaman saja (membuat piringan); pada tanaman berumur 0-1 tahun radius 100 cm. Pada tanaman berumur 1-2 tahun radius 150 cm, pada tanaman berumur lebih dari 2 tahun radius 200 cm; (3) piringan digaruk dengan cangkul, rumput-rumputan dibuang kelur piringan, interval 1 x 1 bulan; (4) stripe weeding, pengendalian gulma secara berjalur.
  • Penyiangan secara kimia: (1) mencampur paracol dengan air 2,5-3 liter/450 liter; (2) memasukkan herbisida ke dalam tangki sprayer dan memompa sampai batas barometer pada tanda merah (otomatis), bagi srayer semi otomatis menyemprot sambil memompa; (3) menyemprotkan pada gulma, dengan memperhatikan pengaman (arah angin, masker dan sarung tangan); (4) perkirakan saat penyemprotan yang tepat yaitu 6 jam setelah penyemprotan tidak hujan. Bila perlu gunakan sticker (perekat dan perata semprotan); (5) interval waktu 1 x 3 bulan.
Jenis herbisida yang dipakai: (1) herbisida kontak, herbisida yang hanya mematikan bagian tanaman yang terkena dengan racun gulma ini; (2) herbisida sistemik, herbisida yang apabila dikenakan pada salah satu bagian tanaman maka akan tersebar keseluruh bagian tanaman melalui peredaran air dan zat hara, dan kemudian mematikan jaringan yang ada di atas dan di bawah permukaan tanah.

3.6. Panen

3.6.1. Ciri dan Umur Panen

Ciri: berumur ± 12 bulan, 4/5 bagian kulit kering, berwarna coklat, kandungn air berkurang dan bila digoyang berbunyi nyaring.

3.6.2. Cara Panen

  1. Buah kelapa dibiarkan jatuh: kekurangan, yaitu buah yang jatuh sudah lewat masak, sehingga tidak sesuai untuk bahan baku kopra atau bahan baku kelapa parutan kelapa kering (desiccated coconut).
  2. Cara dipanjat: dilakukan pada musim kemarau saja. Keuntungan yaitu (1) dapat membersihkan mahkota daun; (2) dapat memilih buah kelapa siap panen dengan kemampuan rata-rata 25 pohon per-orang. Kelemahan adalah merusak pohon, karena harus membuat tataran untuk berpijak. Di beberapa daerah di Pulau Sumatera, sering kali pemetikan dilakukan oleh kera (beruk). Kecepatan pemetikan oleh beruk 400 butir sehari dengan masa istirahat 1 jam, tetapi beruk tidak dapat membersihkan mahkota daun dan selektivitasnya kurang.
  3. Cara panen dengan galah: menggunakan bambu yang disambung dan ujungnya dipasang pisau tajam berbentuk pengait. Kemampuan pemetikan rata-rata 100 pohon/orang/hari.

3.6.3. Periode Panen

Frekuensi panen dapat dilakukan sebulan sekali dengan menunggu jatuhnya buah kelapa yang telah masak, tetapi umumnya panenan dilakukan terhadap 2 bahkan 3 tandan sekaligus. Hal ini tidak begitu berpengaruh terhadap mutu buah karena menurut Padua Resurrection dan Banson (1979) kadar asam lemak pada minyak kelapa yang berasal dari tandan berumur tiga bulan lebih muda sama dengan buah dari tandan yang dipanen sehingga biaya panen dapat dihemat.

3.6.4. Prakiraan Produksi

Produksi buah bergantung varietas tanaman kelapa, umur tanaman, keadaan tanah, iklim, dan pemeliharaan. Biasanya menghasilakn rata-rata 2,3 ton kopra/ha/tahun pada umur 12-25 tahun. Sedangkan untuk kelapa hibrida pada umur 10-25 tahun mampu menghasilkan rata-rata 3,9 ton/ha/tahun.

3.7. Pascapanen

3.7.1. Pengumpulan

Buah dikumpulah menggunakan keranjang atau alat angkut yang tersedia. Kemudian semua buah hasil panen dikumpulkan di Tempat Pengumpulan Hasil (TPH).

3.7.2. Penyortiran dan Penggolongan

Sortasi buah dan perhitungan buah dilakukan setiap blok kebun setelah selesai panen pada akhir bulan. Buah yang disortir adalah kosong tidak berair, bunyi tidak nyaring bila diguncang, rusak/lika kena hama, busuk dan kecil juga terhadap kelapa butiran pecah, berkecambah atau kelapa kurang masak, lalu disimpan dalam bin penyimpanan yang beraerasi baik.

3.7.3. Penyimpanan


Buah kelapa disimpan dengan cara:
a) buah ditumpuk dengan tinggi tumpukan maksimal 1 meter
b) tumpukan berbentuk piramidal dan longgar
c) tumpukan dalam gudang diamati secara rutin.


Syarat-syarat gudang penyimpanan sebagai berikut:
a) udara segar dan kering
b) tidak kebocoran dan kehujanan
c) tidak langsung kena sinar matahari
d) suhu udara dalam gudang 25-27 derajat C.

3.7.4. Pengemasan dan Pengangkutan

Buah kelapa apabila akan dijual terlebih dulu di kupas kulit luarnya dan dibungkus dalam karung goni atau karung sintetis. Pengangkutan dapat dilakukan dengan truk, kapal laut atau alat angkut yang sesuai.

3.7.5. Penanganan Lain

  1. Kopra; kopra terbuat dari daging kelapa dengan cara menurunkan kadar airnya. untuk: (1) pengawetan, cara ini akan mencegah tumbuhnya jamur, serangga, dan bakteri yang dapat memakan daging dan merusak minyak kelapa; (2) mengurangi berat, sehingga mengurangi biaya pengangkutan dan penanganan; (3) mengkonsentrasikan minyak, kadar minyak dalam kopra sekitar 65-68%. Cara pembuatan kopra yaitu dengan pengeringan daging buah dengan sinar matahari (penjemuran langsung atau efek rumah kaca) atau dengan alat pengering.
  2. Ekstraksi minyak; minyak kelapa dapat diperoleh secara langsung dengan ekstraksi kopra. Cara tradisional yang banyak dipakai yaitu dengan pemanasan santan kelapa. Minyak kelapa juga dapat diperoleh dengan mengekstrasi kopra.
  3. Kelapa parut kering (Desiccated coconut); diperoleh dengan mengeringkan kelapa parutan sampai kadar air 3,5% dan kadar minyak tidak kurang dari 68 %.
  4. Santan; diperoleh dengan melakukan pemerasan terhadap kelapa parutan. Santan tidak dapat disimpan lama. Oleh karena itu diperlukan pengemasan santan untuk mencegah rusaknya santan yaitu dengan pengalengan ataupun pengeringan santan.

IV. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

4.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya kelapa kopyor selama 6 tahun masa tanam dengan luas lahan 1 hektar di daerah Jawa Barat tahun 1999 adalah sebagai berikut:
  1. Biaya produksi tahun ke-1
    1. Sewa lahan 1 ha
    2. Bibit 171 tanaman @ Rp. 10.000
    3. Pupuk
      - Pupuk kandang
      - Pupuk buatan
    4. Obat
      - Insektisida 20 liter @ Rp. 65.000,-
      - Fungisida 10 liter Rp. 46.300,-
    5. Alat
      - Sprayer
      - Cangkul, sabit dll
      - Bambu (pikul) 2 Rp. 3.500,-
    6. Tenaga kerja
      - lubang tanam @ Rp. 5.000,-
      - Pupuk kandang
      - Penanaman @ Rp. 2500,-
      - Penyulaman @ Rp. 2.500,-
      - Pemagaran @ Rp. 5.000,-
      - Pemupukan
      - Penyiangan
      - Pembubunan
      - Penyemprotan
    7. Lain-lain
      Jumlah biaya produksi tahun ke-1
  2. Biaya produksi tahun ke-2 dan tahun ke-3
    1. Sewa lahan 1 ha
    2. Pupuk
      - Pupuk kandang
      - Pupuk buatan
    3. Obat
      - Insektisida 20 liter @ Rp. 65.000,-
      - Fungisida 10 liter Rp. 46.300,-
    4. Tenaga kerja
      - Pupuk kandang
      - Pemupukan
      - Penyiangan
      - Pembubunan
      - Penyemprotan
    5. Lain-lain
      Jumlah biaya tahun ke-2 dan ke-3
  3. Biaya produksi tahun ke-4
    1. Sewa lahan 1 ha
    2. Pupuk
      - Pupuk kandang
      - Pupuk Buatan
    3. Obat
      - Insektisida 20 liter @ Rp. 65.000,-
      - Fungisida 10 liter @ Rp. 46.300,-
    4. Alat
      - Sprayer
      - Cangkul, sabit dll
    5. Tenaga kerja
      - Pemupukan pupuk kandang
      - Pemupukan
      - Penyiangan
      - Pembubunan
      - Penyemprotan
      - Pemanenan
    6. Lain-lain
      Jumlah biaya tahun ke-4
  4. Biaya produksi tahun ke-5 dan tahun ke-6
    1. Sewa lahan 1 ha
    2. Pupuk
      - Pupuk kandang
      - Pupuk buatan
    3. Obat
      - Insektisida 20 liter @ Rp. 65.000,-
      - Fungisida 10 liter Rp. 46.300,-
    4. Tenaga kerja
      - Pupuk kandang
      - Pemupukan
      - Penyiangan
      - Pembubunan
      - Penyemprotan
      - Pemanenan
    5. Lain-lain
      Jumlah biaya tahun ke-5 dan tahun ke-6
      Jumlah biaya produksi selama 6 tahun
  5. Pendapatan
    1. Pendapatan tahun ke-4
    2. Pendapatan tahun ke-5
    3. Pendapatan tahun ke-6
      Jumlah pendapatan
  6. Keuntungan
    1. Keuntungan selama 6 tahun
    2. Keuntungan per tahun
  7. Parameter kelayakan usaha
    1. B/C Ratio

Rp.
Rp.

Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp. Rp.
Rp.
Rp.

Rp.

Rp.
Rp.

Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.

Rp.
Rp.

Rp.
Rp.

Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.

Rp.
Rp.

Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.

Rp.






2.000.000,-
1.710.000,-

800.000,-
300.000,-

1.300.000,-
460.300,-
250.000,-
250.000,-
150.000,-
567.000,-

780.000,-
150.000,-
390.000,-
40.000,-
780.000,-
400.000,-
600.000,-
400.000,-
600.000,-
250.000,-
11.927.000,-

2.000.000,-

800.000,-
300.000,-

1.300.000,-
460.300,-

150.000,-
400.000,-
600.000,-
400.000,-
600.000,-
250.000,-
14.520.600,-

2.000.000,-

800.000,-
900.000,-

1.300.000,-
460.300,-

250.000,-
150.000,-

150.000,-
400.000,-
600.000,-
400.000,-
600.000,-
1.500.000,-
250.000,-
9.760.000,-

2.000.000,-

800.000,-
900.000,-

1.300.000,-
460.300,-

150.000,-
400.000,-
600.000,-
400.000,-
600.000,-
1.500.000,-
250.000,-
18.720.000,-
54.927.000,-

22.500.000,-
37.500.000,-
37.500.000,-
97.500.000,-

42.573.000,-
7.095.500,-

= 1,775

4.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Alasan utama yang membuat kelapa menjadi komoditi komersial adalah karena semua bagian kelapa dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Dari analisis budidaya terliha bahwa investasi yang besar dapat menguntukan hanya dalam waktu kurang dari 6 tahun, belum termasuk keuntungan lain yang didapat selain dari buah. Oleh karena itu, budidaya tanaman kelapa merupakan salah satu alternatif yang sangat menguntungkan

V. STANDAR PRODUKSI

5.1. Ruang Lingkup

Standar produksi meliputi: syarat mutu, cara pengujian,pengambilan contoh dan pengemasan kopra.

5.2. Diskripsi

Kopra adalah daging buah tanaman kelapa yang telah dikeringkan dengan cara penjemuran, pengasapan atau pengeringan mekanis lainnya.

5.3. Klasifikasi dan Standar Mutu


a) Kadar air maksimum (%): Mutu I=5,0; Mutu II=5,0; cara pengujian SP-SMP-7-1975
b) Kadar Lemak minimum (%):Mutu I=63,0; Mutu II=60,0; cara pengujian SP-SMP-13-1975
c) Kadar Asam Lemak Bebas maksimum (%): Mutu I=5,0; Mutu II=5,0; cara pengujian SP-SMP-30-19975
d) Benda-benda asing maksimum (%): Mutu I=1,0; Mutu II=2,0; cara pengujian SP-SMP-48-1975
e) Bagian berjamur maksimum (%): Mutu I=5,0;Mutu II=5,0; cara pengujian SP-SMP-78-1975
f) Bagian Berhama maksimum (%); Mutu I=3,0; Mutu II=3,0; cara pengujian SP-SMP-78-1975

5.4. Pengambilan Contoh

Contoh diambil secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung dengan maksimum 30 karung tiap partai barang, kemudian tiap karung diambil contoh maksimum 5 kg. Contoh-contoh tersebut diaduk/dicampur sehingga merata kemudian dibagi empat dan dua bagian diambil secara diagonal. Cara ini dilakukan beberapa kali sampai mencapai contoh sebesar 5 kg. Contoh kemudian dimasukkan dalam plastik, kemudian disegel dan diberi label.
Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat, yaitu orang yang telah berpengalaman atau dilatih labih dahulu dan mempunyai ikatan dengan suatu badan hukum.

5.5. Pengemasan

  • Cara pengemasan: kopra dikemas dalamkarung goni yang bersih, kering dan kuat dengan berat bersih tiap karung adalah 65 kg.
  • Pemberian merek: nama barang, jenis mutu, identitas penjual, produce of Indonesia, berat bersih, nomor karung, identitas pembeli, pelabuhan/negara tujuan.

 

VI. REFERENSI

6.1. Daftar Pustaka

Suhardiono, L., 1993, Tanaman Kelapa, Penerbit Kanisius, Ygyakarta.
Setyamidjaja, Djoehana, 1986, Bertanam Kelapa Hibrida, Penerbit Kanisius, Yoyakarta.

Anonymous, 1987, Kelapa, CV. Yasaguna, Jakarta.
Warisno, 1998, Budi Daya Kelapa Kopyor, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 
https://iptekpertanian.blogspot.com

6.2. Personila

TANAMAN KARET / Rubber plant ( Hevea brasiliensis )

KARET

( Hevea brasiliensis )

KARET

I. JUDUL

1.1. Sejarah Singkat

Karet ( Hevea brasiliensis ) pertama kali ditemukan di Brasil dan mulai dibudidayakan tahun 1601. Karet adalah tanaman perkebunan/ industri tahunan berupa pohon batang lurus. Di Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman karet dicoba dibudidayakan pada tahun 1876. Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di Kebun Raya Bogor. Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia, namun saat ini posisi Indonesia didesak oleh dua negara tetangga Malaysia dan Thailand.

1.2. Sentra Penanaman

Pusat penanaman karet ada di pulau Sumatera yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, Lampung, Bengkulu, Riau, Jambi, Sumatera Selatan. Dalam skala yang lebih kecil perkebunan karet didapatkan pula di Jawa, Kalimantan dan Daerah Indonesia Timur. Luas areal tanam di Jawa Barat pada tahun 1998 mencapai 87.984,5 ha dengan produksi 54.359,7 ton. Luas lahan karet di Indonesia (1992) mencapai 2,7-3 juta hektar dengan produktivitas yang masih rendah dari karet Malaysia dan Thailand.

1.3. Jenis Tanaman

Klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae
Keluarga : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis.
Klon karet anjuran dari Pusat Penelitian Karet Balai Penelitian Sembawa Palembang untuk periode 1996-1998 adalah AVROS 2037, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM 109, GT 1, PB 217, PB 235, PB 260,PR 255, PR 261, PR 300, PR 303, RRIC 100, RRIC 102, RRIC 110, RRIM 600, GGIM 712, TM 2, TM 9.

1.4. Manfaat Tanaman

Getah karet yang disadap dari batang diolah menjadi karet dalam bentuk krep, sit yang diasap dan lateks pekat.


II. SYARAT PERTUMBUHAN

2.1. Iklim

a) Suhu udara yang baik bagi pertumbuhan tanaman antara 24-28 derajat C.
b) Kelembaban tinggi sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman karet.
c) Curah hujan optimal antara 1.500-2.000 mm/tahun
d) Tanaman karet memerlukan lahan dengan penyinaran matahari antara 5-7 jam/hari.

2.2. Media Tanam

  1. Hasil karet maksimal didapatkan jika ditanam di tanah subur, berpasir, dapat melalukan air dan tidak berpadas (kedalaman padas yang dapat ditolerir adalah 2-3 meter).
  2. Tanah Ultisol yang kurang subur banyak ditanami tanaman karet dengan pemupukan dan pengelolaan yang baik. Tanah latosol dan aluvial juga dapat ditanami karet.
  3. Keasaman tanah yang baik antara pH 5-6 (batas toleransi 4-8)

2.3. Ketinggian Tempat

Walaupun demikian karet masih bisa berproduksi di dataran menengah dan tinggi tetapi dengan waktu penyadapan yang makin panjang, tanaman karet tumbuh dengan optimum pada ketinggian 200 m dpl. Korelasi antara ketinggian tempat dan umur sadap dapat dilihat berikut ini :
a) 0-200 m dpl: < 6 tahun
b) 200-400 m dpl: 7 tahun
c) 400-600 m dpl: 7,5 tahun
d) 600-800 m dpl: 8,6 tahun
e) 800-1.000 m dpl: 10,2 tahun

III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

3.1. Pembibitan

Tanaman karet dapat diperbanyak dengan biji (generatif) atau dengan bahan tanaman hasil okulasi (vegetatif). Perbanyakan generatif dimaksudkan untuk mendapatkan batang bawah pada waktu okulasi.

3.1.1. Persyaratan Bibit

Untuk mendapatkan bibit okulasi yang baik perlu diperhatikan kualitas batang bawah dan batang atas.
  1. Syarat batang bawah:
    Perakaran kuat dan berkembang baik, tahan penyakit, mempunyai daya gabung yang baik dengan batang atas dan memberi pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan batang atas. Klon yang dianjurkan: GT I, LCB 1320, AVROS 2037, PR 228, dan PR 300.
  2. Syarat batang atas:
    Diambil dari tanaman yang tumbuhnya subur, potensi produksi tinggi, tajuk baik, tahan angin, toleran terhadap hama penyakit, pemulihan kulit sadap cepat, mempunyai daya gabung dengan batang bawah.
Klon yang dianjurkan :
  1. Untuk karet rakyat di daerah kerja Balai Penelitian Perkebunan Bogor (Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa, Kalimantan Daerah indonesia Timur): GT 1, PR 300.
  2. Untuk karet rakyat di daerah kerja Balai Penelitian Perkebunan Medan (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau): GT 1, PR 107 dan AVROS 2037.

3.1.2. Penyiapan Benih

Biji karet diambil dari tanaman karet berumur 10 tahun di kebun induk khusus atau kebun di areal produktif. Biji yang akan dijadikan benih harus memantul, mengkilat, dan bobotnya tinggi (berat). Benih disimpan di dalam cold storage 7-10 derajat C agar dapat tahan sampai 2 bulan. Untuk pengiriman jarak jauh, benih dengan kesegaran minimal 70% dicampur dengan serbuk gergaji lembab (1:1) atau dicampur sphagnum (1,25 kg sphagnum/2500 benih). Benih dan medianya dimasukkan ke dalam kantung plastik yang dilubangi oleh perforator (isi kantung plastik 2.000 benih).
Untuk mempercepat perkecambahan di persemaian, biji dijemur dan dilembabkan di dalam karung goni.

3.1.3. Teknik Penyemaian Benih

Benih akan disemai di bedengan. Areal bedengan harus bertanah gembur, datar dan dekat sumber air. Lebar bedengan 1-1,2 m dengan panjang sesuai tempat. Di atas bedengan dihamparkan pasir halus setebal 5-7 cm. Agar pasir tidak longsor, sisi-sisi bedengan ditanah dengan papan atau batu bata. Bedengan dinaungi dengan jerami/daun-daun setinggi 1 m di sisi Timur dan 80 cm di sisi Barat.
Benih disemaikan dengan cara dibenamkan ke dalam pasir sampai 2/3 bagian dengan perut (fumiculus) menghadap ke bawah dalam posisi horisontal. Jarak tanam benih 1-2 cm sehingga dalam 1-2 m2 bedengan terdapat 1.000 benih. Biji karet yang normal akan berkecambah pada hari ke 30.
Selama di persemaian benih disiram dan disemprot pestisida.

3.1.4. Pembibitan

Areal pembibitan mempunyai solum yang tebal, lahannya datar dan dekat sumber air. Pengolahan tanah dilakukan sebelum tanam. Bibit ditanam dalam jarak tanam (dalam susunan segitiga) yang tergantung dari umur bibit dan jenis bibit:
a) Bibit satu tahun: 35 x 35 x 50 cm, jumlah bibit= 34.080 bibit/ha
b) Bibit dua tahun: 45 x 45 x 50 cm, jumlah bibit= 17.664 bibit/ha
c) Bibit stump tinggi: 70 x 70 x 70 cm, jumlah bibit=15.756 bibit/ha
d) Stump tinggi: 90 x 90 x 90 cm, jumlah bibit= 13.686 bibit/ha
e) Stum okulasi mata tidur dan stump mini: 30 x 30 x 30 cm, jumlah bibit= 74.420 bibit/ha

3.2. Pengolahan Media Tanam

Terdapat dua macam penanaman karet: (1) penanaman ulangan setelah tanaman pertama tidak ekonomis lagi (replanting) dan (2) penanaman baru (new planting).
Di bawah ini akan diuraikan pengolahan tanah untuk penanaman baru:
  1. Membabat tanaman yang tumbuh, dimulai dari tanaman yang kecil kemudian pohon besar.
  2. Pembasmian alang-alang dengan herbisida jika diperlukan
  3. Tanah dibongkar dengan cangkul/traktor sehingga sisa akar terangkat.
  4. Membersihkan sisa akar dari dalam tanah dan permukaan tanah.
  5. Fumigasi tanah dengan fungisida
  6. Biarkan tanah sampai tidak ada tanda-tanda bahwa alang-alang akan tumbuh lagi.
  7. Pembuatan teras untuk tanah dengan kemiringan > 10 derajat. Lebar teras minimal 1,5 dengan jarak antar teras tergantung dari jarak tanam.
  8. Pembuatan rorak (kotak kayu panjang) pada tanah landai. Rorak berguna untuk menampung tanah yang tererosi. Jika sudah penuh isi rorak dituangkan ke areal di sebelah atas rorak.
  9. Pembuatan saluran penguras dan saluran pinggiran jalan yang sesuai dengan kemiringan lahan dan disemen.
  10. Pembuatan jalan.


3.3. Teknik Penanaman

3.3.1. Penentuan Pola Tanaman

Pola tanam karet dibagi berdasarkan tingkat pertumbuhan atau umur tanaman, yaitu:
a) Pada waktu tajuk belum menutup, hampir semua tanaman dapat ditanam di lahan diantara tanaman karet ditanam tanaman sela.
b) Pada waktu tajuk sudah saling manutup, hanya tanaman yang tanah naungan dapat ditanam di antara tanaman karet.
Pola tanam karet muda (0-3 tahun), merupakan tumpang sari dengan tanaman pangan (padi gogo, jagung, kedele dan kacang tunggak), tumpang sari pisang, nanas, cabe, jagung dan semangka. Sedangkan pola tanam karet dewasa (> 3 tahun), adalah tumpangsari dengan kapulaga/jahe.

3.3.2. Pembuatan Lubang Tanam

Secara umum, karet ditanam dengan jarak tanam 7 x 3 m. Untuk itu jarak antar teras adalah 7 m. Lubang tanam untuk okulasi stump mini adalah (60 x 60 x 60 cm), sedangkan untuk stump tinggi berumur 2-3 bulan adalah (80 x 80 x 80 cm). Gundukan lapisan tanah atas dipisahkan dari lapisan tanah bawah. Keperluan bibit untuk 1 ha dengan jarak tanam 7 x 3 meter adalah 476 pohon.

3.3.3. Cara Penanaman

Bibit ditanam sedemikian rupa sehingga akar tunggang lurus masuk ke dalam tanah. Jika bibit berasal dari okulasi, bibit dan plastiknya dimasukkan ke dalam lubang tanah dan dibiarkan 2-3 minggu. Setelah itu kantong plastik dibuka dan tanah galian dimasukkan kembali ke lubang tanam.

 

3.4. Pemeliharaan Tanaman

3.4.1. Tanaman Belum Menghasilkan

  1. Penyulaman
    Dilakukan saat tanaman berumur 1-2 tahun dan jangan dalam keadaan terik matahari. Jika kematian disebabkan bakteri/jamur, tanah bekas bibit yang mati diberi bakterisida/fungisida. Pertanaman karet yang baik hanya disulam maksimal 5%. 
  2. Penyiangan
    Dilakukan dengan manual (tangan/kored/cangkul) atau secara kimia sebanyak 2-3 kali dalam satu tahun. 
  3. Pemupukan
    Pupuk dapat diletakan dengan tiga cara:
    • Saluran melingkar batang pohon.
      Hubungan umur tanaman dengan jarak saluran dari batang pohon adalah sebagai berikut:
      - 3-5 bulan: 20-30 cm
      - 6-10 bulan: 20-45 cm
      - 11-20 bulan: 40-60 cm
      - 21-48 bulan: 40-90 cm
      - > 48 bulan: 50-120 cm
    • Meletakan pupuk di luar jarak 1-1,5 m dari barisan tanaman
    • Pemupukan dilakukan bersamaan dengan penyiangan.
      Dosis pupuk untuk tanaman belum menghasilkan pada tanah Ultisol (Podsolik Merah Kuning) adalah sbb.:
      - 3 bulan: Urea (N) = 21,37 gram/pohon/aplikasi; DS (P) = 31,97 gram/pohon/aplikasi KCl (K) = 13 gram/pohon/aplikasi
      - 9 bulan: Urea (N) = 43,47 gram/pohon/aplikasi; DS (P) = 63,94 gram/pohon/aplikasi KCl (K) = 26 gram/pohon/aplikasi
      - 15 bulan: Urea (N) = 65,21 gram/pohon/aplikasi; DS (P) = 95,92 gram/pohon/aplikasi KCl (K) = 36 gram/pohon/aplikasi
      - 21 bulan: Urea (N) = 86,95 gram/pohon/aplikasi; DS (P) = 127,89 gram/pohon/aplikasi KCl (K) = 52 gram/pohon/aplikasi
      - 27 bulan: Urea (N) = 108,69 gram/pohon/aplikasi; DS (P) = 159,86 gram/pohon/aplikasi KCl (K) = 65 gram/pohon/aplikasi
      - 33 bulan: Urea (N) = 130,43 gram/pohon/aplikasi; DS (P) = 192,84 gram/pohon/aplikasi KCl (K) = 78 gram/pohon/aplikasi
      - 39 bulan: Urea (N) = 173,91 gram/pohon/aplikasi; DS (P) = 255,78 gram/pohon/aplikasi KCl (K) = 104 gram/pohon/aplikasi
      - 45 bulan: Urea (N) = 217,39 gram/pohon/aplikasi; DS (P) = 319,73 gram/pohon/aplikasi KCl (K) = 150 gram/pohon/aplikasi
      - 51 bulan: Urea (N) = 260,86 gram/pohon/aplikasi; DS (P) = 383,68 gram/pohon/aplikasi KCl (K) = 156 gram/pohon/aplikasi 
    • Pemupukan jangan dilakukan di musim hujan, sebaiknya pada waktu pergantian musim antara musim hujan ke kemarau.
  4. Seleksi dan Penjarangan Pohon
    Dilakukan menjelang sadap. Biasanya dari 476 bibit yang ditanam, hanya 95% (452 pohon) yang tumbuh baik. Penjarangan dilakukan dengan membongkar tanaman yang tumbuh tidak baik dan terserang penyakit dan dapat mencapai 5% dari tanaman yang tumbuh. Sisa tanaman setelah penjarangan 425 dan yang diramalkan dapat disadap adalah 400 pohon. 
  5. Pemeliharaan tanaman penutup tanah
    Penutup tanah adalah tanaman Legum seperti Pueraria javanica, Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, C. caeruleum. 

3.4.2. Tanaman Menghasilkan

Setelah berumur 5 tahun, tanaman dapat disadap.
  • Penyiangan
    Cara manual hanya dilakukan jika kebun tidak luas, Pengendalian gulma dengan herbisida lazim dilakukan di perkebunan karet. Herbisida diberikan 4-6 kali setahun dengan dosis yang tidak berlebih agar tidak mematikan tanaman pemutup tanah. Herbisida yang dipakai adalah jenis herbisida kontak Gramoxone dan Paracol. 
  • Pemupukan
    Pohon yang baik untuk disadap saja yang diberi pupuk sehingga pemberian pupuk dihitung per pohon. Cara pemupukan:
    1. Ditabur di larikan sekeliling pohon dengan jarak 1-1,5 m dari batang
    2. Dengan cara seperti (a) hanya berbentuk 1/2 lingkaran.
    3. Ditabur di larikan di antara pohon (berjarak 1,5 cm dari setiap batang)
    4. Ditabur di antara larikan dan barisan.
      Pemupukan dilakukan dua kali dalam satu tahun dengan dosis berikut ini:
      • Jenis tanah Latosol: Urea (N) = 280,86 gram/pohon; DS(P) = 157,85 gram/pohon; KCl(K) = 180 gram/pohon
      • Jenis tanah Ultisol (Podsolik merah kuning): Urea (N) = 280,86 gram/pohon;DS(P) = 383,68 gram/pohon; KCl(K) = 156 gram/pohon.

3.5. Hama dan Penyakit

3.5.1. Hama

  1. Rayap
    Penyebab: Microtermmes inspiratus, Captotermes cuevignathus. Gejala: stump/tanaman karet muda rusak, batang berlubang besar, akar tanaman putus. Pengendalian: membersihkan kebun dari tunggul dan sisa akar, ujung stump sampai bagian atas mata okulasi ditutup dengan plastik, pemberian umpan rayap, insektisida Furadan 3G (5-10 g/pohon), Agrolene 26 WP 0,2% atau Lindamul 250 EC 0,2%. 
  2. Kutu tanaman 
    Penyebab: Saissetia nigra, Laccifer greeni, Laccifer lacca, Ferrisiana virgata Planococcus citri).
    Gejala: merusak tanaman dengan mengisap cairan dari pucuk batang dan daun muda. Bagian tanaman yang diisap menjadi kuning dan kering. Pengendalian: melepas musuh alami seperti Eublema sp., Anysis sp, Scymus sp dan Coccinella sp. untuk Saissetia nigra, Laccifer greeni, Laccifer lacca dengan Albolineum 2%, Formalin 0,15% atau Anthio 33 EC 0,9-1,2 liter/ha. Untuk Ferrisiana virgata Planococcus citri dengan Azodrin 60 WSC, Bayrusil 250 EC, Dimecron 50 SCW/Orthene 75 SP dll. 
  3. Tungau 
    Penyebab: Hemitarsonemus , Paratetranychus, mengisap cairan daun muda, daun tua dan pucuk. Gejala: tanaman tidak normal dan kerdil, daun berguguran. Pengendalian: (1) dengan akarisida Thiodan 35 EC 0,15%, Kelthane MF 0,2%, Morestan 25 WP 0,2%; (2) dengan menghembuskan gas belerang. 
  4. Siput 
    Penyebab: Achatina fulica. Gejala: serangan pada musim hujan, daun dan tanaman muda di areal pembibitan rusak dan patah-patah. Pengendalian: dengan larutan metaldehida 5% dalam dedak, atau campuran Maradeks dengan semen, kapur dan dedak (2:3:5:16). 
  5. Babi 
    Penyebab: sus verrucosus. Pengendalian: dengan cara diuir, dibuat pembatas kebun, ditangkap/diracun. 
    Rusa (Rusa timorensis) dan kijang (Muntiacus muntjak).
    Gejala: kulit tanaman di sekitar batang habis digerogoti dan tanaman dapat mati. Pengendalian: dengan diusir dan dibuat perangkap. 
  6. Tapir (Tapirus indicus)
    Gejala: tanaman muda menjadi tidak berdaun dan berkulit. Pengendalian: dengan diusir, dibuat pembatas dan melindungi batang (dibungkus dengan alang-alang, ranting pohon atau ranting bambu setinggi 1,5 m dari permukaan tanah). 
  7. Gajah (Elephas maximus)
    Gejala: pohon patah/tercabut, pohon muda tidak berdaun dan kulit pohon dewasa terkelupas. Pengendalian: dengan mengusir dan membuat pembatas kebun. 
  8. Tikus (Rattus spp.)
    Gejala: biji, kecambah dan daun bibit dimakan habis. Kulit tanaman muda terkelupas dan tampak ada bekas gesekan. Pengendalian: dengan membersihkan semak di kebun, membongkar sarang tikus dan membunuh tikus dengan perangkap mekanis/senyawa kimia Racumin, Warfarin atau Tomorin 1 g/15 g umpan. 

3.5.2. Penyakit Batang

  1. Akar putih 
    Penyebab: jamur Rigidoporus lignosus. Gejala: daun tanaman pucat kuning dengan tepi melipat ke dalam, daun gugur dan ranting mati. Di akar tanaman terdapat benang-benang jamur putih agak tebal yang menempel kuat. Pengendalian: sanitasi kebun, menanam tanaman penutup, menanam bibit sehat, menaburkan serbuk belerang pada areal yang pernah terserang penyakit ini, fungisida berbahan aktif hexaconazole, tradimefon dan cyproconazole. 
  2. Akar merah
    Penyebab: jamur Ganoderma pseudoferrum. Sangat berbahaya untuk tanaman karet, penularan terjadi melalui persinggungan akar, dijumpai pada tanaman dewasa dan tua. Gejala: setelah 5 tahun serangan, tanaman mati. Pengendalian: sama dengan akar putih. 
  3. Jamur upas 
    Penyebab: jamur Corticium salmonicolor. Gejala: terdapat lapisan kerak berwarna merah pada pangkal atau bagian atas percabangan yang akan berubah menjadi lapisan tebal merah tua. Bagian tanaman yang terserang mengeluarkan cairan lateks berwarna coklat kehitaman yang meleleh. Kulit tanaman akan membusuk dan hitam, tajuk cabang mati dan mudah patah. Pengendalian: dengan menanam klon resisten seperti AVROS 2037, mengurangi kelembaban kebun, Fungisida di awal serangan dengan Fylomac 90 0,5%, Calixin MR, Dowco 262 atau Bubur bordo. 
  4. Kanker bercak 
    Penyebab: jamur Phytophthora palmivora. Gejala: kerusakan kulit batang di luar bidang sadap atau di percabangan, tanaman merana dan mati. Pengendalian: menanam klon resisten, jarak tanam tidak terlalu rapat, pemangkasan tanaman penutup yang terlalu lebat, kulit yang membusuk dipotong dan luka diolesi Difolatan 4F 3% dan ditutup dengan petrolatum, bagian kayu yang luka ditutup ter. 
  5. Busuk pangkal batang 
    Penyebab: jamur Botrydiplodia theobromae. Gejala: kulit mengering dan pecah-pecah namun kayu bagian atas masih baik dan utuh. Kulit menghitam dan kayunya rusak. Kerusakan menjalar ke bagian atas sampai mencapai 1 m. Batang tanaman seperti terbakar. Pengendalian: pemberian fungisida tepat waktu, pemupukan dengan dosis dan waktu yang tepat, penyulaman dengan bibit stump tinggi. 

3.5.3. Penyakit Bidang Sadap

  1. Kanker garis 
    Penyebab: jamur Phytophthora palmivora. Gejala: adanya selaput tipis berwarna putih dan tidak begitu jelas menutupi alur sadap. Di bawah kulit di atas irisan sadap akan tampak garis-garis tegak doklat atau hitam yang akhirnya bersatu membentuk jalur hitam seperti retakan atau kulit pulihan. Menghambat pemulihan kulit di bidang sadap. Pengendalian: menanam klon resisten PR 300 atau PR 303, jarak tanam tidak terlalu rapat, memangkas tanaman penutup tanah, pemupukan yang benar, penyadapan tidak terlalu dalam dan tidak terlalu dekat tanah, fungisida Dilatan 4F 2%, Difolatan 80 WP 2%, Demosan 0,5%/Actidione 0,5%. Batang yang busuk dikorek dan diberi fungisida, pisau sadap diolesi pestisida. 
  2. Mouldy rot 
    Penyebab: jamur Ceratocystis fimbriata. Gejala: selaput tipis putih dibidang sadap dekat alur sadap yang berubah menjadi lapisan seperti beledu berwarna kelabu sejajar alur sadap. Di bawah lapisan ini akan tampak bintik coklat atau hitam. Serangan dapat mencapai kambium dan kayu. Pengendalian: menanam klon resisten di daerah basah seperti GT1 dan AVROS 2037, jarak tanam tidak terlalu rapat, memangkas penutup tanah, pemupukan yang benar, intensitas sadap diturunkan, fungisida Difolatan 4F 2%, Difolatan 89 WP 2%, Topsin M 75 WP 0,5%, Derosal 60 WP 0,1%, Actidione 0,5%/Benlate 50 WP 0,1%, pisau sadap diolesi fungisida. 
  3. Brown bast 
    Penyebab: penyadapan yang terlalu sering. Gejala: lateks tidak mengalir dari sebagian alur sadap, seluruh alur sadap menjadi kering dan tidak mengeluarkan lateks. Bagian kering berubah warna menjadi coklat karena terbentuk gum. Kulit pecah, batang bengkak. Pengendalian: mengurangi penyadapan terutama pada klon peka PR 255, PR 261 dan BPM 1. Klon tahan adalah AVROS 2037, PR 300 dan PR 303, pohon diistirahatkan. 

3.5.4. Penyakit daun

  1. Embun tepung 
    Penyebab: jamurOidium heveae. Gejala: daun muda berwarna hitam, lemas, keriput dan berlendir. Di bawah permukaan daun terdapat bercak bundar putih seperti tepung. Pengendalian: dengan menanam klon resisten, pemberian nitrogen 2x dosis anjuran, daun digugurkan lebih awal, menghembuskan belerang seminggu sekali selama 5 minggu, fungisida Dithane M-45 0,25%, BAS 2203 1%. 
  2. Penyakit colletorichum 
    Penyebab: jamur Coletotrichum gloeosporoides. Gejala: daun tampak gugur dan pertumbuhannya terhambat, terjadi pada tanaman yang baru membentuk daun muda pada musim hujan. Pengendalian: menanam klon resisten seperti BPM 1, AVROS 2037, pemupukan ekstra, daun digugurkan lebih awal, fungisida Dihane M-45 0,25%, Manzate M-200 ) 2%, Cobox 0,5%. 
  3. Penyakit Phytophthora 
    Penyebab: jamur Phytophthora botriosa. Gejala: diawali dengan buah yang membusuk dan hitam, lalu menular ke daun dan tangkai sehingga daun dan tangkai gugur. Pengendalian: menanam klon resisten dan fungisida Cobox atau Cupravit dalam minyak mineral. 

3.6. Panen

Pada tanaman karet, panen berarti penyadapan lateks dari kulit batang. Tanaman mulai disadap pada umur 5 tahun. Penyadapan dapat dilakukan selama 25-35 tahun.

3.6.1. Peralatan Penyadapan

  1. Mal sadap/patron. Terbuat dari kayu dengan panjang 130 cm dengan sebuah siku 120 derajat. Gunanya untuk membuat gambar sadapan dengan kemiringan yang tepat.
  2. Pisau sadap. Terdiri atas pisau sadap atas untuk menyadap kulit bidang sadap atas pada ketinggian di atas 130 cm dan pisau sadap bawah untuk menyadap kulit pada bidang sadap bawah pada ketinggian di bawah 130 cm.
  3. Talang lateks atau spout. Terbuat dari seng selebar 2,5 cm dan panjang 8-10 cm yang dipasang dengan cara ditancapkan 5 cm dari titik/ujung irisan sadapan terendah.
  4. Mangkuk atau cawan. Terbuat dari tanah liat, plastik atau alumimiun dan dipasang 10 cm di bawah talang lateks.
  5. Cincin mangkuk dan talinya. Tempat meletakkan mangkuk sadap.

3.6.2. Pelaksanaan Penyadapan

Kulit karet yang akan disadap harus dibersihkan terlebih dahulu agar tidak terjadi pengotoran lateks.

3.6.3. Ketebalan Irisan Sadap

Pengirisan kulit tidak perlu tebal sehingga kulit tidak cepat habis. Tebal yang dianjurkan 1,5-2 mm. Konsumsi kulit ditentukan oleh rumus sadap.

3.6.4. Kedalaman sadap

Semakin dalam irisan, semakin banyak berkas pembuluh lateks yang terpotong. Kedalaman kulit sampai 7 mm dari kambium memiliki pembuluh lateks terbanyak. Sebaiknya kedalaman sadap sedalam mungkin tetapi tidak menyentuh kambium. Kedalaman yang dianjurkan adalah 1-1,5 mm dari lapisan kambium.

3.6.5. Waktu Penyadapan

Dilakukan pada pagi hari antara 05.00-06.00, sedangkan pengumpulan lateks dilaksanakan antara 08.00-10.00.

3.6.6. Frekuensi dan Intensitas Sadapan

a) Frekuensi sadapan dinyatakan dengan hari (d), minggu (m), bulan (b) dan tahun (t).
b) Periode sadapan dinyatakan dengan setiap hari (d/1), dua hari sekali (d/2) dst.
c) Panjang irisan bidang sadap dinyatakan dengan seperempat spiral batang (S/4), setengah spiral batang (S/2) atau satu spiral batang (S/1).
e) Intensitas sadapan tergantung dari panjang irisan dan frekuensi sadapan, biasanya 100%.
Contoh rumus sadap: S/2, d/2, 100%, penyadapan setengah lingkaran batang, pohon disadap dua kali sehari dengan intensitas sadapan 100%. Bila disadap dua kali sehari maka terpakai 2,5 cm/bulan atau 30 cm/tahun.

3.6.7. Pemulihan Kulit Bidang Sadap

Kulit pulihan disadap kembali setelah sembilan tahun untuk kulit pulihan pertama dan setelah delapan tahun untuk kulit pulihan kedua. Penentuan layak tidaknya kulit pulihan disadap kembali, ditentukan oleh tebal kulit pulihan, minimun telah mencapai 7 mm.

3.7. Pascapanen

3.7.1. Pengumpulan

Lateks dari mangkuk sadap dituangkan ke dalam ember aluminium bersih bertutup. Kontak dengan udara menyebabkan lateks berkoagulasi (menggumpal). Pada perkebunan besar, lateks dalam ember dikumpulkan ke dalam tangki dan dibawa ke pengolahan dengan truk.

3.7.2. Antikoagulan

Untuk mencegah koagulasi perlu ditambahkan zat anti koagulan. Harus dipertimbangkan apakah antikoagulan ini diberikan di kebun atau di pabrik waktu pengolahan. Semuanya tergantung dari penyebab koagulasi misalnya cuaca yang kurang baik. Jenis antikoagulan yang umum digunakan di kebun adalah amoniak 2-2,5%, soda (natrium karbonat) 10% sebanyak 5-10 ml/liter lateks dan natrium sulfit 10% sebanyak 5-10 ml/liter lateks.

3.7.3. Pengolahan Karet

Getah karet (lateks) yang disadap dari batang diolah menjadi karet dalam bentuk krep, sheet yang diasap dan lateks pekat.
  • Pengolahan karet krep warna muda (Pale Crepe)
    1. Lateks di kebun ditentukan kadar karet keringnya (KKK) dan disaring untuk menghilangkan kotoran kasar dan lump melalui tiga buah saringan.
    2. Lateks diencerkan dengan air sampai KKK 20% kemudian ditambah natrium bisulfit sebagai pemucat dan bakterisida
    3. Lateks digumpalkan dalam bak penggumpalan dengan asam formiat 2,5% atau asetat 5%. Lalu diaduk dan busa yang terbentuk dipisahkan. Selama proses penggumpalan bak harus ditutup.
    4. Esok harinya, koagulum (lateks gumpalan) dipotong sehingga diperoleh potongan yang lebih kecil, lalu digiling pada baterei kilang krep dalam 3 tahap penggilingan.
    5. Krep hasil penggilingan digantung beberapa jam agar sisa air menetes
    6. Krep dikeringkan dalam ruangan dengan pemanasan selama 6-7 hari pada temperatur 33-35 derajat C.
  • Pengolahan karet krep warna coklat (Estate Brown Crepe)
    1. Bahan olah untuk pembuatan krep adalah skrep bersih dan lump. Skrep adalah lateks yang telah menjadi kering pada bidang sadap. Lump adalah gumpalan karet berasal dari campuran sisa-sisa karet dalam saringan, bak penggumpalan, busa lateks dan kagulum yang berasal dari prakoagulasi (di kebun).
    2. Skrep dan lump disimpan di dalam air atau serum agar tidak menjadi hitam.
    3. Skrep bersih digiling pada baterai kilang krep yang terdiri atas tiga kilang, menjadi lembaran krep basah. Penggilingan dilakukan intensif terutama pada kilang pendahuluan untuk menghilangkan kotoran.
    4. Lump digiling terpisah kemudian digiling bersam-sama dengan lembaran krep. Penggilingan ini dilakukan10-12 kali.
    5. Lembaran krep ini digantung agar air menetes dan dikeringkan dalam ruang pengeringan pada temperatur kamar selama 3-4 hari.
  • Pengolahan karet sip yang diasap (Ribbed Smoked Sheet)
    1. Lateks dari kebun disaring sebanyak 3 tahap. Lateks ini ditampung di dalam bak penampung dan diaduk agar homogen.
    2. Lateks diencerkan dengan air bersih sampai KKK menjadi 12,5, 15 atau 20%.
    3. Lateks ditempatkan di dalam bak penggumpal dari aluminium dan ditambahkan bahan penggumpal asam format 1% atau asam cuka 2% (b/v).
    4. Campuran lateks dan asam diaduk merata.
    5. Setelah homogen, sekat-sekat dipasang pada bak penggumpal tersebut. Setelah penggumpalan akan didapatkan lembaran-lembaran koagulum (sit).
    6. Sit digiling 6 kali.
    7. Sit ditiriskan untuk mengurangi jumlah air.
    8. Pengasapan sit dilakukan di ruang asap supaya warna sheet menjadi lebih tua. Pengeringan dengan asap dilakukan dalam 4 tahap yaitu masing-masing pada temperatur 40-45 derajat C, 45-50 derajat C, 50-55 derajat C dan 55-60 derajat C. Jika karet sit belum cukup kering, pengeringan dilanjutkan pada temperatur maksimum 60 derajat C.


3.7.4. Penyortiran

  1. Krep warna muda dan warna coklat
    Krep disortasi dengan standard dari International Standards of Quality and Packing for Natural Rubber Grades-The Green Book dari The Rubber manufactures Associations, USA. Sortasi dilakukan berdasarkan warna, cacat/kesalahan lalu ditentukan jenis mutunya. 
  2. Sheet yang diasap.
    Sortasi karet sit dilakukan secara visual dan dibedakan dalam 6 tingkatan mutu yaitu RSS IX, RSS I, RSS II, RSS III, RSS IV, RSS V. 

3.7.5. Pengemasan (standard The green book)

  1. Krep warna muda.
    Lembaran krep disusun, ditimbang lalu dikempa pada alat kempa selama minimum 12 jam. Berat bersih bandela (susunan krep) 80 kg dengan ukuran 50 x 50 x 50 cm3. Setiap bandela dibungkus rapat dengan beberapa lapis lembaran krep dari jenis mutu yang sama. Permukaan bandela dilabur dengan larutan putih pelabur bandela. Pada sisi-sisi bandela diberi tanda warna hitam atau biru yang menerangkan mutu, berat dan tanda produsen. 
  2. Krep warna coklat.
    Lembaran krep dibuat menjadi bandela dengan cara dan ukuran yang sama dengan (a). Bandela krep coklat tidak dibungkus dan tidak dilabur. Bandela diikat dengan pita besi galvanisir selebar 5/8 inci di tiga tempat 
  3. Sheet yang diasap
    Karet ditimbang dan dipak dalam bandela yang dibungkus dengan karet sit yang sama mutunya. Ukuran bandela 113,5 kg (250 lbs) dengan ukuran luar 0,142 m3 (5 kaki kubik) Untuk mencegah terjadinya pelekatan antar bandela, maka sisi-sisi pembalut dilabur dengan pelabur bandela. 

IV. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

4.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan nalisis budidaya karet selama 10 tahun masa tanam dengan luas lahan 1 ha pada tahun 1999 di Jawa Barat.
  1. Biaya produksi
    1. Bibit 485 bibit @ Rp. 3.000,-
    2. Pupuk
      - Urea 275 kg @ Rp. 1.500,-
      - TSP 300 kg @ Rp. 1.800,-
      - KCl 300 kg @ Rp. 1.800,-
    3. Pestisida
      - Pestisida
      - Fungisida
    4. Alat
      - Sprayer 10 l 1 buah
      - Cangkul, sabit, dll
      - Alat sadap (pisau, mangkuk, cincin mangkuk, mal sadap)
    5. Tenaga Kerja
      - Persiapan dan buat teras
      - Lubang tanam dan penanaman
      - Penyulaman
      - Penyiangan
      - Pemupukan
      - Pemeliharaan
    6. Panen
      - Penyadapan
      - Transportasi
      Jumla biaya produksi

Rp.

Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.

1.455.000,-

412.000,-
540.000,-
540.000,-

120.000,-
120.000,-

250.000,-
150.000,-
300.000,-

400.000,-
350.000,-
300.000,-
300.000,-
200.000,-
250.000,-

1.200.000,-
700.000,-
7.587.000,-
b) Pendapatan (Hasil Perhitungan)
Budidaya karet mulai berproduksi (getah karet/lateks) pada tahun ke-4, dengan jumlah rata-rat produksi tiap tahuannya adalah :
  1. Tahun ke-4, 760 kg @ Rp. 2.700,-
  2. Tahun ke-5, 1.000 kg @ Rp. 2.700,-
  3. Tahun ke-6, 1.300 kg @ Rp. 2.700,-
  4. Tahun ke-7, 1.500 kg @ Rp. 2.700,-
  5. Tahun ke-8, 1.700 kg @ Rp. 2.700,-
  6. Tahun ke-9, 1.900 kg @ Rp. 2.700,-
  7. Tahun ke-10, 2.100 kg @ Rp. 2.700,-
    Jumlah pendapatan
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
2.052.000,-
2.700.000,-
3.510.000,-
4.050.000,-
4.590.000,-
5.130.000,-
5.670.000,-
27.702.000,-
Tanaman karet dapat berproduksi atau menghasilkan getah karet sampai dengan umur tanaman 25-35 tahun dan hasil terus meningkat.
c) Keuntungan selama 10 tahun

d) Parameter kelayakan usaha

    1. B/C Rasio
Rp.

Rp.
20.115.000,-

= 2,6

4.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Tujuan utama pasaran karet Indonesia adalah ekspor. Di pasaran internasional produk karet Indonesia menghadapi persaingan dengan negara lain. Selain meningkatkan produktivitas dan mutu karet, strategi agribisnis untuk karet menjelang pergantian milenium adalah:
a) Menerobos pasaran baru.
b) Meningkatkan market share.
c) Membina market share yang sudah ada.
d) Menyesuaikan pola produksi dengan permintaan pasar.
Strategi ke empat sangat penting untuk merencanakan kuantitas produk yang akan diproduksi agar tidak terjadi kelebihan produksi.

V. STANDAR PRODUKSI

5.1. Ruang Lingkup

Standar ini meliputi syarat mutu, cara pengujian mutu, cara pengambilan contoh dan cara pengemasan.

5.2. Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh dilakukan secara acak.
Tiap lot terdiri dari:
- sampai dengan 10 sheet diambil contoh 2 sheet
- 11 sheet-350 sheet diambil contoh 3 sheet
- 351 sheet ke atas diambil contoh 5 sheet.

VI. REFERENSI

6.1. Daftar Pustaka

Abednogo, J.G. 1989. Pengolahan Karet Krep. Balai Penelitian Perkebunan Bogor.
Jahidin Rosyid, Gede Wibawa & Anang Gunawan. 1994. Pola Tanam Pada Perkebunan Karet Rakyat. Balai Penelitian Sembawa, Pusat Penelitian Karet Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Palembang.
Khaidir Amypalupy, Untung Junaidi, Didin Suwardin, H. Sihombing & H Suryaningtyas. 1998. Pengelolaan Bahan Tanam Karet. Balai Penelitian Sembawa. Palembang.
Rr. Suwarti Suseno. 1989. Pengolahan Karet Sit yang Diasap (Ribbed Smoked Sheet). Balai Penelitian Perkebunan Bogor.
Tim Penulis Penebar Swadaya. 1992. Karet: Strateegi pemasaran tahun 2000, budidaya dan pengolahan. Penebar Swadaya . Jakarta.

6.2. Personil

a) Dr. Siswanto, Ir. Agus Mudji. Balai Penelitian Tanaman Karet. Jl. Taman Kencana Bogor.
b) http://iptekpertanian.blogspot.com

6.2. Personila