Monday, February 29, 2016

BAWANG DAUN / Spring Onion ( Allium Sp. )

BAWANG DAUN

( Allium Sp. )

BAWANG DAUN
I. UMUM

1.1. Sejarah Singkat

Asal Bawang daun ( Allium Sp. ) berasal dari kawasan Asia Tenggara yang kemudian meluas dan ditanam di berbagai wilayah yang beriklim tropis dan subtropis.

1.2. Sentra Penanaman

Pusat produksi bawang daun berada di daerah pegunungan yang sejuk seperti Lembang, Cipanas, Pacet (Jawa Barat) dan Malang (Jawa Timur). Kemudian budidaya bawang daun meluas ke dataran tinggi lainnya seperti : Pangalengan dan Garut (Jawa Barat) maupun ke dataran rendah.

Pusat penanaman di luar Jawa meliputi Propinsi Bengkulu dan Sumatera Utara. Pada tahun 1991, luas areal panen bawang daun nasional mencapai 26.534 ha dengan produksi 218.988 ton. 60% areal tanam berada di pulau Jawa.
Pada tahun 1994 luas areal tanam bawang daun meningkat menjadi 34.081 ha dengan produksi 272.182 ton.

1.3. Jenis Tanaman

Klasifikasi bawang daun adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Keluarga : Liliaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium fistulosum L. (bawang bakung/semprong)
A. porum L. (bawang prei/leek)

Bawang daun/bawang bakung mempunyai ciri: daun bulat panjang dengan rongga seperti helai pita di bagian dalam, kadang-kadang berumbi kecil. Bawang prei mempunyai ciri: daun panjang pipih, pelepah daun panjang dan liat, tidak berumbi.
Varietas bawang daun yang banyak ditanam adalah varitas non hibrida yaitu: Linda asal Taiwan, Long white Tokyo asal Jepang dan Long white Koshigaya asal Jepang.

1.4. Manfaat Tanaman

Daun yang masih muda dan batang yang masih putih dan terpendam di dalam tanah dimanfaatkan sebagai sayur/bumbu dalam berbagai macam masakan. Seperti sayuran pada umumnya, bawang daun merupakan sumber gizi yang baik. Bawang daun juga dapat dimanfaatkan untuk memudahkan pencernaan dan menghilangkan lendir-lendir dalam kerongkongan.

II. SYARAT PERTUMBUHAN

2.1. Iklim


Tanaman bawang daun cocok tumbuh di daerah dengan suhu udara 10-24 derajat C. Jika akan menanam di dataran rendah dengan temperatur tinggi, diharuskan menanam varitas yang beradaptasi baik terhadap iklim dataran rendah. 
Daerah dengan kelembaban udara 80-90 prosen sangat baik untuk budidaya tanaman ini.

2.2. Media Tanam


Jenis tanah yang baik untuk optimalisasi produksi adalah Andosol, Latosol, Regosol dan Aluvial. 
Secara umum tanaman ini menyukai tanah subur berstruktur remah/lepas, gembur, banyak mengandung bahan organik, tata air dan tata udara baik. 
Derajat keasaman tanah yang cocok untuk budidaya bawang daun adalah pH antara 6,5-7,5.

2.3. Ketinggian Tempat

Bawang daun dapat ditanam di dataran tinggi/rendah tetapi untuk mencapai produksi yang optimum lebih baik ditanam di dataran tinggi. Ketinggian optimum adalah 900-1.700 m dpl.
Ketinggian optimum yang cocok untuk budidaya bawang bombay adalah berada pada ± 1500


III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

3.1. Pembibitan

3.1.1. Persiapan Pembibitan

Bawang daun diperbanyak secara generatif dengan bijinya atau vegetatif dengan stek. Di Indonesia tanaman ini sulit menghasilkan biji, perbanyakan dengan biji hanya dilakukan pada waktu pertama tanam. Untuk menghemat biaya, penanaman selanjutnya menggunakan bibit stek tanaman induk. Benih biasanya dibeli dari toko bibit/pupuk yang mengimpornya dari luar negeri. Sebelum membeli benih, perhatikan varitasnya dan tanggal kadaluarsa benih.

3.1.2. Teknik Penyemaian Benih

Benih disemaikan dalam bedengan dengan lebar 100-120 cm dan panjang tergantung dari kondisi lahan dan kebutuhan bibit. Tanah diolah sedalam 30 cm dan campur tanah dengan pupuk kandang yang telah diayak sebanyak 2 kg/m2.
Bedengan diberi atap plastik bening setinggi 100-150 cm di sisi Timur dan 60-80 cm di sisi Barat. Benih ditaburkan di dalam larikan melintang sedalam 1 cm dengan jarak antar larikan 10 cm. Tutup permukaan bedengan persemaian dengan daun pisang/karung goni basah. Setelah berkecambah penutup dibuka.

3.1.3. Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

Penyiraman dilakukan setiap hari, tanaman dipupuk dengan urea atau ZA cair atau pupuk daun sebanyak 1/3 - 1/5 dosis anjuran. Pemupukan dilakukan dengan cara semprot saat tanaman berumur 1 bulan. Bibit berumur 2 bulan dengan ketinggian 10-15 cm siap dipindah tanamkan.

3.1.4. Penyediaan dengan Cara Stek

Rumpun yang akan dijadikan bibit berumur 2,5 bulan dan sehat. Rumpun dibongkar bersama akarnya, bersihkan tanah yang menempel dan akar/daun tua, pisahkan rumpun sehingga didapatkan beberapa rumpun baru yang terdiri atas 1-3 anakan. Untuk mengurangi penguapan dan merangsang pertumbuhan tunas baur, sebagian daun dibuang. Bibit ini dapat disimpan di tempat lembab dan teduh selama 5-7 hari.

3.2. Pengolahan Media Tanam

Pengolahan lahan dilakukan 15-30 hari sebelum tanam.

3.2.1. Persiapan dan Pembuatan Bedengan

Lahan dibersihkan dari berbagai jenis gulma dan sisa tanaman yang tidak bisa membusuk dan terurai, termasuk tanaman kayu pada tanah tegalan, serta batu-batu krikil.

3.2.2. Pembukaan Lahan

Tanah diolah dengan dicangkul, dibajak, atau ditraktor sehingga didapatkan tanah yang gembur. Kedalaman tanah olahan adalah 30-40 cm. Kemudian buat parit untuk pemasukan dan pengeluaran air.

3.2.3. Pembentukan Bedengan


Persiapan ini berlaku untuk tanah sawah/tanah darat (lahan kering):
a) Bersihkan areal dari gulma dan batu/kerikil.
b) Olah tanah sedalam 30-40 cm hingga gembur.
c) Buat parit untuk pemasukan dan pengeluaran air.
d) Buat bedengan selebar 80-100 cm, tinggi 30 cm dengan lebar antar bedengan 25-30 cm.
e) Campur merata dengan tanah, 10-15 ton/ha pupuk kandang dan ratakan permukaan bedengan.

3.2.4. Pengapuran

Dilakukan jika tanah memiliki reaksi masam (pH < 6.5). 1-2 ton/ha kapur dolomit dicampur merata dengan tanah pada kedalaman 30 cm.

3.2.5. Pemupukan

Bedengan dipupuk dengan 400 kg/ha SP-36 dan 200 kg KCl dicampur merata dengan tanah.

3.3. Teknik Penanaman

3.3.1. Penentuan Pola Tanaman

Bawang daun dapat ditanam dalam pola tanam tanaman tunggal atau sistem tumpang sari. Jika dipakai pola tanam tumpang sari, bibit ditanam di antara tanaman utama yang berumur lebih panjang dari bawang daun. Sebelum kanopi tanaman utama saling menutup, bawang daun harus sudah dipanen. Sistem tumpang sari yang sekarang banyak ditanam adalah dengan tanaman cabe.
Penanaman dilakukan sepanjang tahun asal air tersedia. Waktu tanam terbaik awal musim hujan (Oktober) atau awal kemarau (Maret).

3.3.2. Pembuatan Lubang Tanam

Lubang tanam dibuat pada jarak 20 x 20 cm sedalam 10 cm.

3.3.3. Cara Penanaman

Sebelum tanam bibit dari persemaian dicabut dengan hati-hati, sebagian akar dan daun dipotong. Sebagian akar dari bibit dari rumpun induk juga dibuang. Bibit yang siap tanam sebaiknya direndam dalam larutan fungisida konsentrasi rendah (30-50 prosen dari dosis anjuran) selama 10-15 menit. Tanam bibit dalam lubang dan padatkan tanah di sekitar pangkal bibit pelan-pelan.


3.4. Pemeliharaan Tanaman

3.4.1. Penjarangan dan Penyulaman

Penyulaman tanaman yang mati dilakukan paling lama 15 hari setelah tanam.

3.4.2. Penyiangan

Gulma disiangi dua kali, yaitu waktu tanaman berumur 3-4 minggu dan 6 minggu. Lakukan penyiangan dengan hati-hati dan gunakan cangkul/kored. Rumput liar yang tumbuh di parit antar bedengan juga harus disiangi.

3.4.3. Pembubunan

Untuk mendapatkan bawang daun berkualitas baik, bagian dasar tunas harus dibubun selama 4 minggu sebelum panen sehingga dihasilkan batang bawah yang berwarna putih.

3.4.4. Pemangkasan

Untuk menjaga kebersihan kebun dan tanaman, lakukan pemotongan tangkai bunga dan daun tua. Pemangkasan ini juga merangsang pertumbuhan anakan.

3.4.5. Pemupukan

Pupuk yang diberikan adalah 300 kg/ha urea dan 600 kg/ha ZA. Kedua pupuk ini diberikan bersamaan dengan penyiangan yaitu pada 3-4 minggu dan 6 minggu setelah tanam masing-masing ½ dosis. Pupuk diberikan di dalam larikan di antara barisan bawang.

3.4.6. Pengairan dan Penyiraman

Di masa awal pertumbuhan penyiraman dilakukan 2 kali sehari tetapi tanah tidak boleh becek/terlalu basah. Untuk seterusnya pengairan dikurangi menjadi 3-5 hari sekali.
3.4.7. Waktu Penyemprotan Pestisida.
Pestisdia hanya digunakan jika perlu, tetapi mengingat resiko yang akan ditanggung jika terjadi serangan hama dan penyakit, pestisida sudah diberikan sebelum terjadi serangan/jika sudah ada tanda-tanda awal munculnya hama dan penyakit.

3.5. Hama dan Penyakit

3.5.1. Hama

  1. Ulat bawang/ulat grayak (Spodoptera exiqua Hbn.)
    Ciri: serangga dewasa hama ini berupa ngengat berwarna kelabu dengan bintik kuning di sayap depan. Larva (ulat) bulat panjang, berwarna hijau atau coklat tua dengan garis kuning. Gejala: ulat melubangi daun sehingga kualitas daun menurun. Pengendalian: cara pergiliran tanaman dengan tanaman bukan Liliaceae dan pengendalian kimia dengan Hostathion 40 EC, Orthene 75 SP, Cascade 50 EC atau dengan perangkap ngengat seperti Ugratas Biru.
  2. Ulat tanah (Agrotis ypsilon Hufn.)
    Ciri: kupu-kupu betina berwarna coklat tua dengan titik putih dan bergaris-garis. Panjang ulat 4-5 cm. Gejala: ulat menyerang pangkal batang sehingga tanaman terkulai. Pengendalian mekanis: mengumpulkan ulat di malam hari, menjaga kebersihan kebun dan pergiliran tanaman dengan tanaman bukan Liliaceae. Pengendalian kimia: umpan beracun yang dipasang di malam hari berupa campuran 250 gram Dipterex 95 Sl 125, 10 kg dedak dan 0,5 gram gula merah dan dilarutkan dalam 10 liter air; Insektisida berupa Dursban 20 EC atau Hostahion 40 EC.
  3. Thrips/kutu loncat/kemeri (Thrips tabbaci Lind.)
    Gejala: hama menyerang daun sehingga daun berwarna putih berkilat seperti perak dan menyerang hebat pada kelembaban di atas 70 prosen. Pengendalian: pergiliran tanaman bukan Liliaceae; menanam secara serempak; memasang perangkap serangga berupa kertas/dengan insektisida Mesurol 50 WP.

3.5.2. Penyakit

  • Bercak ungu (Alternaria porri (Ell.) Cif.)
    Gejala: daun terdapat bercak kecil berwarna putih sampai kelabu, membesar menjadi agak keunguan dan ujung daun mengering. Serangan berat menyebabkan busuk pangkal batang . Pengendalian: cara perbaikan tata air tanah, pergiliran tanaman dengan tanaman bukan Liliaceae dan menggunakan bibit sehat. Fungisida yang dapat digunakan adalah Antracol 70 WP, Dithane M-45, Orthocide 50 WP atau Difolatan 4F.
  • Busuk daun/embun tepung (Peronospora destructor (Berk.) Casp)
    Gejala: muncul bercak hijau pucat di ujung daun, daun layu dan mengering dan diseliputi oleh jamur hitam; berkembang di musim hujan. Pengendalian: menggunakan benih/bibit sehat, rotasi tanaman dengan tanaman bukan Liliaceae dan fungisida Dithane M-45, Antracol 70 WP atau Daconil 75 SP.
  • Busuk leher batang (Bortrytis allii Munn.)
    Gejala: leher batang menjadi lunak, berwarna kelabu, bentuknya menjadi bengkok dan busuk. Pengendalian: pergiliran tanaman bukan Liliacea, penggunaan benih/bibit sehat, meningkatkan kebersihan kebun dan tanaman dan fungisida Dithane M-45 atau Daconil 75 WP.
  • Antraknose (Collectotrichum gleosporiodes Penz.)
    Gejala: daun bawah rebah, pangkal daun mengecil dan tanaman mati mendadak. Pengendalian: menggunakan bibit/benih sehat, perbaikan tata air, rotasi tanaman dengan tanaman bukan Liliaceae, mencabut tanaman yang sakit dan fungisida Antracol 70 WP dan Daconil 75 WP.

3.6. Panen

3.6.1. Ciri dan Umur Panen

Umur 2,5 bulan setelah tanam, jumlah anakan maksimal (7-10 anakan), beberapa daun menguning.

3.6.2. Cara Panen

Seluruh rumpun dibongkar dengan cangkul/kored di sore hari/pagi hari. Bersihkan akar dari tanah yang berlebihan.

3.6.3. Perkiraan Produksi

Kultivar unggul menghasilkan 10-40 ton/ha.


3.7. Pascapanen

3.7.1. Pengumpulan

Bawang daun yang telah dipanen dikumpulkan di tempat yang teduh, rumpun dicuci bersih dengan air mengalir/disemprot, lalu ditiriskan. Bawang daun diikat dengan tali rafia di bagian batang dan daunnya. Berat tiap ikatan 25-50 kg.

3.7.2. Penyortiran dan Penggolongan

Daun bawang disortir berdasarkan diameter batang: kecil (1,0-1,4 cm) dan besar (1,5-2 cm), lalu bawang dicuci dengan air bersih yang mengalir/disemprot dan dikeringanginkan. Ujung daun dipotong sekitar 10 cm.

3.7.3. Penyimpanan

Bawang daun di dalam kemasan disimpan pada temperatur 0,8-1,4 derajat C sehari semalam untuk menekan penguapan dan kehilangan bobot

3.7.4. Pengemasan dan Pengangkutan

Di dalam peti kayu 20 x 28 cm tinggi 34 cm yang diberi ventilasi dan alasnya dilapisi busa/di dalam keranjang plastik kapasitas 20 kg.

IV. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

4.1. Analisis Usaha Budidaya

Prakiraan analisis usaha budidaya bawang daun seluas 1 hektar pada tahun 1999 di daerah Jawa Barat (Cianjur) permusim tanam adalah sebagai berikut:



a) Biaya produksi
1. Sewa lahan permusim tanam (3 bulan)
2. Bibit: 7.500 kg x Rp. 2.500,-
3. Pupuk
- Pupuk kandang: 10.000 kg @ Rp. 150,-
- Za: 400 kg @ Rp. 1.250,-
- TSP: 300 kg @ Rp. 1800,-
- KCl: 300 kg @ Rp. 1.650,-
- NPK: 300 kg @ Rp. 2.000,-
4. Pestisida/fungisida
- Curacron: 6 liter @ Rp. 120.000,-
- Antracol: 18,5 liter @ Rp. 65.000,-
- Tenac stiker: 12,5 liter @ Rp. 7.500,-
- Furadan: 50 kg @ Rp. 6.500,-
5. Tenaga kerja
- Pengolahan lahan
- Pembuatan bedengan: 625 HKP @ Rp. 10.000,-
- Penugalan dan penanaman: 100 HKW + 50 HKP
- Pemupukan (pupuk kandang): 15 HKP
- Pengobatan: 24 HKP
- Pembersihan gulma 150 HKW @ Rp. 7.500,-
6. Panen dan pascapanen
- Panen
- Penimbangan: 50 HKP
- Transportasi dan biaya takterduga

Jumlah biaya produksi

b) Pendapatan: 25.000 kg bawang daun @ Rp. 2.000,-
c) Keuntungan
d) Parameter kelayakan usaha
1. Rasio biaya pendapatan (R/C) = 1,198
Keterangan:
HKP = hari kerja pria, HKW = hari kerja wanita.

Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.

Rp.

Rp.
Rp.


500.000,-
18.750.000,-

1.500.000,-
500.000,-
540.000,-
495.000,-
600.000,-

720.000,-
1.202.500,-
93.750,-
325.000,-

1.000.000,-
6.250.000,-
1.250.000,-
150.000,-
240.000,-
1.125.000,-

3.000.000,-
500.000,-
3.000.000,-

41.741.250,-

50.000.000,-
8.258.750,-

 

4.2. Gambaran Peluang Agribisnis


Permintaan pasar lokal untuk bawang daun tidak pernah menurun. Pada musim hujan dimana produksi bawang daun cenderung turun, harga di pasar mencapai titik maksimum. Agribisnis bawang yang baik harus meningkatkan teknik budi daya sedemikian rupa sehingga suplai di musim hujan tidak menurun.
Komoditas bawang daun telah dicanangkan untuk menembus pasaran luar negeri, terutama untuk bawang prei (leek) yang konsumennya lebih banyak daripada bawang daun biasa. 

V. STANDAR PRODUKSI

5.1. Ruang Lingkup

Standar ini meliputi syarat mutu, cara pengujian mutu, cara pengambilan contoh dan cara pengemasan bawang daun.

5.3. Klasifikasi dan Standar Mutu


Standar mutu yang dipakai inti budidaya bawang daun adalah sebagai berikut:
a) Keasaman sifat varietes: mutu I=seragam; mutu II=seragam; cara uji=organoleptik.
b) Ketuaan: mutu I=tua; mutu II=cukup tua; cara uji=organoleptik.
c) Kekerasan: mutu I=keras; mutu II=cukup keras; cara uji=organoleptik.
d) Diameter(mm): mutu I=...; mutu II=…; cara uji=Sp-SMP-309-1981.
e) Kerusakan (%): mutu I=5; mutu II=8; cara uji=Sp-SMP-310-1981.
f) Busuk (%): mutu I=1; mutu II=2; cara uji=Sp-SMP-309-1981.
g) Kotoran (%): mutu I=tidak ada; mutu II=tidak ada; cara uji=Sp-SMP-309-1981.

5.4. Pengambilan Contoh


Cara pengambilan contoh diambil secara acak dari jumlah kemasan seperti terlihat pada data di bawah ini. Dari setiap kemasan diambil contoh sebanyak 20 umbi dari bagian atas tengah dan bawah. Khusus untuk pengujian kerusakan dan yang busuk, jumlah contoh akhir yang diuji adalah 100 umbi. Pelaksanaan dapat dilakukan di lapangan. Jumlah kemasan yang diambil dalam pengambilan contoh dalam lot adalah:
a) Jumlah kemasan 1 sampai 100, contoh yang diambil=5.
b) Jumlah kemasan 101 sampai 300, contoh yang diambil=7.
c) Jumlah kemasan 301 sampai 500, contoh yang diambil=9.
d) Jumlah kemasan 501 sampai 1000, contoh yang diambil=10.
e) Jumlah kemasan lebih dari 1000, contoh yang diambil=minimum 15. 

5.5. Pengemasan


Cara pengemasan wortel disajikan dalam bentuk utuh dan segar, dikemas dengan keranjang atau bahan lainnya yang berat bersih maksimum 65 Kg, di tutup dengan anyaman bambu atau bahan lain kemudian diikat dengan tali rotan. Isi tidak melebihi permukaan kemasan.
Untuk pemberian merek di bagian luar keranjang diberi label yang dituliskan antara lain:

  1. Nama barang.
  2. Jenis mutu.
  3. Nama/kode perusahaan/eksportir.
  4. Berat bersih.
  5. Produksi Indonesia.
  6. Negara/tempat tujuan.

 

VI. REFERENSI

6. Daftar Pustaka

  • A. Rahardjo. 1999. Bawang Daun Dicari Orang. Trubus No. 350 hal. 63-64
  • Rahmat Rukmana, Ir. Bawang Daun. Penerbit Kanisius Yogyakarta.
  • Williams, C.N., J.O. Uzo, & W.T.H. Peregrine. 1993. Produksi Sayuran di Daerah Tropika. Gajah Mada University Press. Diterjemahkan oleh
  • Ronoprawiro, S. & Tjitrosoepomo, G.
  • Trubus No. 337. 1997. Ragam Bawang Daun Unggulan.
  • https://iptekpertanian.blogspot.com/

6.2. Personal

Friday, February 26, 2016

JAMUR TIRAM / Oyster mushroom ( Pleuretus spp. )

JAMUR TIRAM

( Pleuretus spp. ) 

Jamur Tiram

I. UMUM

1.1. Sejarah Singkat

Jamur tiram ( Pleuretus spp. ) disebut juga sebagai shimejiatau oyster mushrooms. Jamur ini adalah salah satu jamur yang enak dan banyak digemari di berbagai negara. Sejarah penemuan miselium (benang-benang) jamur tidak terlepas dari keberhasilan penemuan mikroskop oleh van Leeuwenhoek di abad ke 17. Selanjutnya mahluk hidup sederhana ini menjadi sangat menarik perhatian karena fungsinya yang beraneka ragam. Kegunaan jamur dalam kehidupan kita sehari-hari adalah menghancurkan sampah (sisa-sisa hewan, tanaman dan bahan industri), menghasilkan antibiotika untuk obat, menfermentasi bahan organik untuk menghasilkan suatu bahan bernilai ekonomis (misalnya fermentasi pati menjadi alkohol), dan sebagai bahan makanan.

1.2. Sentra Penanaman

Budidaya jamur tiram secara komersil dapat ditemukan di daerah Lembang. Di daerah ini temperatur dan kelembaban lingkungan yang mendukung pertumbuhan miselium dan tubuh buah tanpa banyak memodifikasi tempat budidaya.
Belum ada data yang menunjukkan produksi jamur tiram Indonesia, sebagai gambaran produksi tahun 1989-1990 di Jepang mencapai 36,095 ton berat segar dan di Korea Selatan 37,420 ton.

1.3. Jenis Tanaman

Dalam sistematika mikologi, jamur tiram (Pleurotus spp.) diklasifikasikan sebagai berikut:

Kelas : Basidiomycota
Ordo : Agaricales
Keluarga : Tricholomataceae
Genus : Pleurotus
Spesies : Pleurotus spp.


Jenis jamur tiram yang dibudidayakan berwarna putih bersih (P. florida), putih kekuningan (P. ostreatus), coklat (P. cystidious), abu-abu/kelabu (P. soja caju) dan merah muda/pink (P.labellatus). Namun jamur yang berwarna putihlah yang paling banyak diusahakan.

1.4. Manfaat Tanaman

Jamur tiram adalah makanan dengan gizi yang baik, di dalamnya terkandung 9 asam amino esensial dengan kadar protein 19-35% (lebih rendah dari kedelai dan susu). Jadi jamur ini dapat dijadikan sumber protein nabati di samping kacang-kacangan. Jenis vitamin di dalam jamur adalah vitamin B1, B2, niasin, biotin dan vitamin C. Selain itu di dalamnya terdapat mineral K, P, Ca, Na, Mg dan Cu.

II. SYARAT PERTUMBUHAN

2.1. Iklim

Secara alami, jamur tiram Pleurotus ditemukan di hutan dibawah pohon berdaun lebar atau di bawah tanaman berkayu. Jamur tiram tidak memerlukan cahaya matahari yang banyak dan remang-remang, di tempat terlindung miselium jamur akan tumbuh lebih cepat daripada di tempat yang terang dengan cahaya matahari berlimpah.
Kelembaban ruangan optimal 90-96% yang harus dipertahankan dengan menyemprotkan air secara teratur.
Suhu udara untuk pertumbuhan miselia adalah 23-28 derajat C dan untuk pertumbuhan tubuh buah adalah 13-15 derajat C.

2.2. Media Tanam

Secara tradisional, di Jepang, bibit ditanam di dalam lubang atau garisan di kayu kering. Pengeringan dilakukan dengan tenaga sinar matahari atau listrik. Dalam budidaya modern, media tumbuh berupa kayu tiruan (log) yang dibuat dalam bentuk silinder. Komposisi media ini berupa sumber kayu (gergaji kayu, ampas tebu), sumber gula (tepung-tepungan), kapur, pupuk P dan air.

2.3. Ketinggian Tempat

Kondisi di atas lebih mudah dicapai di daerah dataran tinggi sekitar 700-800 m dpl. Kemungkinan budidaya jamur di dataran rendah tidaklah mustahil asalkan iklim ruang penyimpanan dapat diatur dan disesuaikan dengan keperluan jamur.

III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

3.1. Pembibitan

3.1.1. Sumber Bibit

  1. Sumber alami
    Dipakai untuk media tradisional. Batang kayu yang telah ditumbuhi jamur dilembabkan, kemudian dirajang sepanjang 5-10 cm dan lebar 1-2 cm. Potongan disebarkan ke batang kayu lain yang dijadikan media tumbuh. 
  2. Spora
    Spora terbentuk di tudung/payung bagian bawah. Tudung/payung yang berumur 3 hari dihancurkan di dalam air bersih. Cara penggunaan cairan ini ada 2 macam: (1) cairan ini dapat digunakan langsung sebagai bibit; (2) cairan disiramkan ke media yang tersusun dari serbuk gergaji dan kukusan jagung/padi. Setelah diinapkan beberapa hari, miselium akan tumbuh menyelimuti media dan siap digunakan. 
  3. Biakan murni
    Cara ini menghasilkan bibit berkualitas.
    • Siapkan media Potato Dextrose Agar (PDA) yang terdiri atas ekstrakt kentang 1 liter (1 kg kentang digodog dengan 1 liter air, lalu disaring), gula dekstrosa 20 gram, ekstrak ragi 5 gram (dapat diganti dengan 400 ml air ragi tetapi air kentang jadi 600 ml) dan agar-agar batang 20%. Media lain yang bahan mudah didapat terdiri atas 1/4 kg kentang, 1/4 kg bawang bombay, 1/4 kg aci, 1 sendok makan gips dan 3 bungkus agar-agar kecil. 
      Panaskan campuran media tersebut untuk melarutkan agar-agar. Masukkan 15 cc media ke dalam tabung reaksi 25 cc kemudian disterilkan dalam autoklaf pada temperatur 121 derajat C, tekanan 1,5 selama 15 menit atau dengan dikukus pada temperatur 100 derajat C selama 8 jam.
      Biarkan media PDA sampai hangat tetapi masih cair. Buka sedikit cawan petri bagian atas, masukkan segera media ke dalam cawan petri steril secara aseptik. Tutup cawan petri dengan cepat. Setelah agar membeku, balikkan posisi cawan petri. Media ini disebut dengan media lempeng agar.
    • Ambil tubuh buah berumur 3 hari (diameter sekitar 10 cm) yang sehat, mulus dan bagian sisinya tidak berkerut. Lepaskan stipe/bilah di bagian bawah tubuh buah. Ambil potongan bilah dengan pinset steril dan letakkan di tengah media lempeng agar yang telah disiapkan. 
      Inkubasikan media di dalam inkubator pada temperatur 28 derajat C. Pada hari ke 2, miselium mulai tumbuh dan pada hari ke 5 seluruh permukaan media tertutupi miselium. Biakan murni ini disebut dengan bibit F1.
    • Pengerjaan seluruh proses di atas harus aseptik/bersih untuk menghindari tumbuhnya jamur yang tidak dikehendaki. Sebelum digunakan alat-alat berupa pisau atau pinset harus dibakar di atas api. Sebaiknya pengerjaan dilakukan di dalam laminar flow atau transfer box yang dijamin kebersihannya.
    • Pembiakan murni jamur tiram ini sudah dibuat di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Pertanian Unpad, Jurusan Biologi ITB dan PAU Mikrobiologi ITB. Bibit jamur murni bisa disimpan sampai 6 bulan pada temperatur sekitar 4 derajat C.

3.1.2. Pembuatan Bibit Jamur F2

Bahan-bahan untuk media bibit F2 adalah:
a) Jagung tumbuk atau padi bergabah = 60%.
b) Serbuk gergaji = 38%.
c) Kapur = 0,5-1%.
d) Gips = 0,1-1%.
Sebelum dicampurkan, jagung tumbuk/padi direndam semalam dan dikukus 2 jam sampai mekar. Media dimasukkan ke dalam toples bekas jam.
Satu lempeng agar bibit F1 dibagi menjadi delapan bagian. 1 bagian dimasukkan ke dalam media di atas dengan miselium menempel pada media. Setelah 2-4 minggu seluruh media ditumbuhi miselium dan siap ditanam ke log.

3.1.3. Pembuatan Bibit Jamur F3

Walaupun bibit F2 lebih baik daripada F3, banyak petani jamur yang menggunakan bibit F3 untuk ditanamkan ke dalam log.
Media untuk bibit F3 berupa log dengan komposisi media dan cara pembuatan yang sama dengan log produksi, hanya ukuran plastiknya sekitar 1 kg.
Bibit F3 dibuat dengan menambahkan 2 sendok makan bibit F2 ke bagian atas log, lalu diinkubasikan selama 1 bulan sampai miselium memenuhi seluruh permukaan log. Bibit F3 siap ditanamkan ke log produksi. Pekerjaan ini harus dilakukan dengan steril di dalam laminar flow atau transfer box.

3.2. Pengolahan Media Tanam

3.2.1. Persiapan

Untuk 80 log diperlukan bahan-bahan seperti di bawah ini:
a) Serbuk gergaji atau ampas tebu halus=100 kg
b) Tepung jagung=10 kg
c) Dedak halus=10 kg
d) Pupuk SP36=0,5 kg
e) Gips=0,5 kg
f) Air=50-60%
Bahan-bahan kecuali air dicampur merata, tambahkan air sampai media dapat dikepal.

3.2.2. Pembuatan Log

Media dimasukkan ke dalam kantong plastik tahan panas kapasitas 1,5-2 kg sampai Media harus dipadatkan agar terbentuk log yang baik. Ikat mulut plastik dengan karet tahan panas dan sterilkan.

3.2.3. Sterilisasi Log

Sterilisasi perlu dilakukan agar media bebas dari mikroba lainnya. Terdapat dua cara sterilisasi yaitu:
  1. Sterilisasi pada temperatur 100 derajat C selama 8 jam dengan cara mengukus. Biasanya digunakan drum kapasitas 50 log yang dipanaskan dengan kompor minyak tanah.
  2. Sterilisasi pada temperatur 121 derajat C selama 15 menit dengan menggunakan otoklaf atau dandang bertekanan uap.

3.3. Teknik Penanaman

3.3.1. Penanaman Bibit

Buka bagian atas log yang telah disterilkan. Hamparkan 1-2 sendok makan bibit jamur F3 atau F2. Gunakan sendok yang telah dipanaskan di atas api. Rapatkan kembali plastik bagian atas. Masukkan cincin dari bambu berdiameter 3 cm dan tinggi 1 cm ke dalam plastik yang dirapatkan tersebut. Isi lubang yang terbentuk dengan kapas. Tutup kapas beserta cincin dengan kertas koran dan ikat.

3.3.2. Penyimpanan Log

Jika kita akan menyimpan log di dalam bangunan maka masa tanam jamur tiram tidak diatur oleh kondisi iklim dan dapat dilakukan setiap saat.
Log yang sudah ditanami bibit harus disimpan di tempat yang menunjang pertumbuhan miselium dan tubuh buah. Bangunan untuk menyimpan log dapat dibuat permanen untuk budidaya jamur skala besar atau di dalam bangunan semi permanen.
Tempat pemeliharaan jamur dibuat dengan ukuran 10 x 12 m2 yang di dalamnya terdapat 8 buah petak pemeliharaan berukuran 5,7 x 2,15 m2. Jarak antar petak 40-60 cm. Di dalam setiap petak dibuat rak-rak yang tersusun ke atas untuk menyimpan 1.300-1.400 log. Rangka bangunan dapat dibuat dari besi, kayu atau bambu.
Kondisi lingkungan yang harus diperhatikan dalam membuat bangunan penyimpanan adalah:
a) Temperatur untuk pembentukan miselium adalah 23-28 derajat C
b) Temperatur untuk pembentukan tubuh buah adalah 13-15 derajat C
c) Kelembaban udara 90-96%
d) Kadar air log 35-45%
e) Udara di dalam tidak tercemari asap/gas.
Log disimpan di atas rak dengan posisi tegak atau miring. Jarak penyimpanan diatur sedemikian rupa sehingga tubuh buah yang tumbuh dari satu log tidak bertumpang tindih dengan tubuh buah yang lain.

3.4. Pemeliharaan Tanaman

3.4.1. Pemeliharaan Log

Log yang akan membentuk miselium dan tubuh buah harus dipelihara. Pemeliharaan berhubungan dengan menjaga lingkungan agar tetap optimum
Kandungan air yang baik 35-45%. Kekurangan air menyebabkan miselium tidak membentuk tubuh buah karena kekeringan dan kelebihan air menyebabkan tumbuhnya jenis jamur lain yang tidak diinginkan.
Cahaya. Perkembangan miselium dan tubuh buah akan terhambat dengan adanya cahaya langsung. Tempat penyimpanan harus tetap teduh dan sinar matahari tidak masuk secara langsung ke dalam ruangan.

3.4.2. Pembentukan Miselium dan Tubuh Buah

  1. Penumbuhan Miselium.
    Miselium akan tumbuh memenuhi permukaan log setelah penyimpanan selama kurang lebih 1 bulan. Selama jangka waktu tersebut, temperatur dan kelembaban harus optimal. Pengaturan temperatur dan kelembaban dapat dilakukan dengan cara:
    • Menyemprotkan air dengan sprayer ke dinding-dinding bangunan penyimpanan dan ke ruang di antara jajaran log.
    • Menyemprotkan air dengan sprinkel bernozel halus.
  2. Pembentukan tubuh buah pertama.
    Setelah miselium tumbuh sempurna, lepaskan cincin log dan buka plastik bagian atas sehingga seluruh permukaan atas log kontak dengan udara. Pada waktu ini diperlukan raising yaitu pengaturan lingkungan agar tubuh buah tumbuh. Raising dilakukan dengan:
    • Menurunkan temperatur ruang menjadi 13-15 derajat C dengan menggunakan pengatur temperatur (Air Conditioning) atau menyemprotkan air dengan nozel halus secara intensif.
    • Menurunkan temperatur dan sekaligus menyemprotkan bahan yang mengandung hormon pertumbuhan ke permukaan log yang kontak dengan udara. Air kelapa atau ekstrakt toge dapat dipakai sebagai sumber hormon tsb. Dengan cara ini pertumbuhan tubuh buah akan mencapai dua kali lipat dibandingkan cara pertama. Tubuh buah pertama terbentuk setelah 3-5 hari pembukaan.
  3. Pembentukan tubuh buah selanjutnya
    Setelah tubuh buah pertama dipanen, turunkan bukaan plastik sampai ½ bagian log. Kadang-kadang calon bakal buah sudah tumbuh di bawah plastik yang belum terbuka. Bagian plastik tersebut harus dilubangi untuk memberi kesempatan tubuh buah keluar dan tumbuh. 
Pembukaan log sebaiknya tidak dilakukan sekaligus, terutama pada budidaya skala besar. Jarak pembukaan satu kelompok log dengan kelompok lainnya ditentukan sedemikian rupa sehingga setiap hari ada tubuh buah yang dipanen. Pembukaan log yang bertahap akan menjamin kelangsungan produksi.

3.5. Hama dan Penyakit

3.5.1. Hama

Hama yang banyak terdapat di tempat budidaya jamur adalah serangga baik berupa kumbang atau kutu. Pencegahan dengan sanitasi lingkungan atau, alternatif terakhir, penyemprotan insektisida. Perlu diingat bahwa residu insektisida akan menempel di tubuh buah sehingga jamur yang dipanen harus dicuci bersih di air mengalir. Pencucian dapat menyebabkan penurunan kualitas jamur kalau kelebihan air tidak langsung dihilangkan dengan cara ditiriskan.

3.5.2. Penyakit

Penyebab timbulnya penyakit adalah sterilisasi yang tidak sempurna, bibit yang tidak murni, alat yang kurang bersih dan kandungan air media terlalu tinggi.
Penyakit berupa tumbuhnya jamur lain seperti Mucor, Rhiozopus, Penicillium dan Aspergillus pada log. Serangan jamur-jamur tersebut dicirikan dengan timbulnya miselium yang berwarna hitam, kuning atau putih dan timbulnya lendir. Pertumbuhan jamur tiram menjadi terhambat atau tidak tumbuh sama sekali. Serangan dapat terjadi di log yang belum atau sudah dibuka.
Pengendalian dilakukan dengan memperbaiki kultur teknis dan meningkatkan kebersihan lingkungan pada saat pembuatan media dan bibit serta lingkungan bangunan penyimpanan.

3.6. Panen

3.6.1. Ciri dan Umur Panen

Jamur tiram Pleurotus adalah jamur yang rasanya enak dan memiliki aroma yang baik jika dipanen pada waktu umur muda. Panen dilakukan setelah tubuh buah mencapai ukuran maksimal pada 2-3 hari setelah tumbuh bakal tubuh buah.

3.6.2. Cara Panen

Pengambilan jamur harus dilakukan dari pangkal batang karena batang yang tersisa dapat menimbulkan busuk. Potong jamur dengan pisau yang besih dan tajam dan simpan di wadah plastik dengan tumpukan setinggi 15 cm.

3.6.3. Periode Panen

Panen dilakukan setiap hari atau beberapa hari sekali tergantung dari jarak pembukaan log-log. Dari satu log akan dihasilkan sekitar 0,8-1 kg jamur.

3.7. Pascapanen

3.7.1. Penyortiran

Setelah dipanen, batang tubuh buah dipotong. Pisahkan jamur yang rusak dari jamur yang baik, pisahkan pula jamur sesuai dengan ukurannya.

3.7.2. Penyimpanan

Setelah penyortiran, buang kotoran pada jamur tanpa mencucinya. Simpan di dalam wadah bersih dan tempatkan di kamar dengan temperatur 15 derajat C. Jamur dapat tetap segar selama 5 x 24 jam.
Sebelum pengemasan, jamur dapat disemprot dengan larutan natrium bisulfit 0,1-0,2% yang menghambat pembusukan

3.7.3. Pengemasan

Pengemasan dilakukan dalam:
a) Kantung plastik
b) Kantung plastik yang divakum (udara dikeluarkan)
c) Wadah plastik putih dan ditutup dengan plastik lembaran tipis.

3.7.4. Penanganan Lain

  1. Pengeringan. Jamur direndam dalam air bersih, atau cuci dengan air mengalir lalu diiris tipis atau dibiarkan seperti adanya. Masukkan ke dalam air mendidih sebentar, lalu tiriskan. Keringkan jamur di dalam oven listrik/minyak tanah.
  2. Penambahan senyawa pengawet. Jamur utuh dibersihkan dari kotoran jika perlu dengan air mengalir. Rendam dalam asam sitrat 0,1% selama 5 menit. Cuci dengan air mengalir. Masukkan ke dalam larutan yang terdiri atas garam dapur (15%), garam sitrat (0,5%), SO2 (1%), kalium bikarbonat (0,1%) dan kalium metabisulfida (<1%) selama 10-15 menit. Tiriskan kembali. Jamur akan awet selama 2 minggu tanpa pengepakan dan 1 bulan bila langsung dipak cara vakum.

IV. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

4.1. Analisis Usaha Budidaya

Prakiraan analisis budidaya jamur tiram dengan luas rumah jamur 81 m2 dan populasi jamur 15.000 log pada tahun 1999.
  1. Biaya Produksi
    1. Lahan:
      - Sewa lahan 300 m2 @ Rp. 300.000/tahun selama 2 tahun
      - Pembuatan bangunan @ Rp. 43.518,-/m2 seluas 81 m2
    2. Bibit: 750 log @ Rp. 3.000,-
    3. Pupuk dan kapur
      - TSP: 50 kg @ Rp. 5.000,-
      - Kapur: 375 kg @ Rp. 400,-
    4. Bahan media tanam
      - Serbuk gergaji: 19 ton @ Rp. 60.000,-
      - Dedak: 2.820 kg @ Rp. 600,-
      - Kantung plastik: 90 kg @ Rp. 7.500,-
      - Karet gelang: 10 kg @ Rp. 10.000,-
      - Alkohol 95%: 3 liter @ Rp. 10.000,-
      - Kapuk: 30 kg @ Rp. 6.000,-
    5. Alat
    • Sterilizer
      - Drum 4 buah @ Rp. 60.000,-
      - Tabung minyak 10 liter
      - Kompor tekan 4 buah
      - Selang kompor 4 selang
    • Pendukung
      - Pompa tabung: 1 buah
      - Sprayer 14 liter: 1 buah
      - Ember: 2 buah @ Rp. 7.500,-
      - Timbangan: 50 kg
      - Sekop: 2 buah
      - Cangkul: 2 buah
      - Bahan bakar minyak tanah: 2.250 liter
    1. Tenaga kerja:
      - Tenaga kerja produksi 6 orang @ Rp. 9.000 selama 50 HOK
      - Tenaga kerja panen 2 orang @ Rp. 9.000 selama 100 HOK
      BGPPH
      Jumlah biaya produksi
  2. Pendapatan (masa panen 6 bulan):
    1. Kapasistas 15.000 log, prosentase tumbuh 90%
  3. Harga jual Rp. 2000,-/log
    Keuntungan
    Kuntungan per bulan
  4. Parameter kelayakan usaha
    1. Benefit of Cost Ratio (B/C rasio)
    2. Return of investment (ROI)


Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.


Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.


600.000,-
3.525.000,-
2.250.000,-

250.000,-
150.000,-

1.146.000,-
1.692.000,-
675.000,-
100.000,-
30.000,-
180.000,-


240.000,-
100.000,-
200.000,-
80.000,-

10.000,-
230.000,-
15.000,-
80.000,-
20.000,-
20.000,-
787.500,-

2.700.000,-
1.800.000,-
2.225.000,-
19.106.000,-

= 13.500 log
27.000.000,-
7.894.000,-
1.315.667,-
= 1,413
= 0,413

4.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Dalam lima dekade ini, nilai ekonomis jamur (cendawan, mushrooms) selalu meningkat. Untuk jamur tiram, dalam 10 tahun ini sudah lebih dikenal dan memasyarakat. Sejalan dengan permintaan pasar dan potensi jamur tiram kita yang tinggi, Indonesia termasuk negara yang berpeluang untuk membuka ekspor jamur ke manca negara. Beberapa faktor yang harus ditingkatkan untuk menembus pasar baik dalam maupun luar negeri adalah optimalisasi kultur teknis dan perlakuan pasca panen yang menjamin kesegaran jamur.

V. STANDAR PRODUKSI

Jamur harus dipenen tepat waktu yaitu 2-3 hari setelah timbulnya tubuh buah. Pada saat ini bagian sisi jamur belum berubah warna menjadi kecoklatan dan agak kering.
Jamur segar dikemas di dalam wadah plastik dan disimpan pada 15 derajat C.
Pengawetan jamur tiram dapat dilakukan untuk tubuh buah berukuran ³ 40 mm. Terdapat dua cara pengawetan yaitu:
  1. Cara tradisional
    Jamur dibersihkan, dikeringkan dengan udara panas yang dihembuskan pada temperatur 45-60 derajat C. Jika akan digunakan, jamur kering direndam dalam air. Jamur yang diawetkan ini tidak memiliki tekstur yang sama dengan jamur segar. 
  2. Pengasinan
    Jamur diawetkan dalam air yang mengandung 18-20% garam laut dan 80 g asam sitrat untuk setiap 100 kg garam yang ditambahkan. Sebelum dikonsumsi, jamur awetan harus dicuci dengan air hangat untuk menghilangkan garam 

VI. REFERENSI

6.1. Daftar Pustaka

a) Alexopoulus, C.J., C.W. Mims & M. Blackwell. 1996. Introductory Mycology. John Wiley & Sons, Inc. New Yotk.
b) Chang, S.T. & P.G. Miles. 1987. Edible Mushrooms and Their Cultivation. CRC Press, Inc. Boca Raton.
c) Unus Suriawinata, H. 1997. Bioteknologi Perjamuran. Penerbit Angkasa. Bandung
d) Trubus. No. 344. 1998. Membuat Bibit Jamur Sendiri.
e) https://iptekpertanian.blogspot.com/ .

6.2. Personil

a) Ir. Mieke R. Setiawati. Laboratorium Mikrobiologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Jl. Raya Bandung-Jatinangor Km 21, Jawa Barat.
b) Bapak Juhiya. Cisarua Lembang, Jawa Barat.

KENTANG / Potato ( Solanun tuberosum L. )

KENTANG

( Solanun tuberosum L. )

Kentang

I. UMUM

1.1. Sejarah Singkat

Tanaman Kentang dengan nama latin ( Solanun tuberosum L. ) ini berasal dari daerah subtropis di Eropa yang masuk ke Indonesia pada saat bangsa Eropa memasuki Indonesia di sekitar abad ke 17 atau 18.

1.2. Sentra Penanaman

Sentra tanaman yang utama adalah Lembang dan Pangalengan (Jawa Barat), Magelang (Jawa Timur), Bali. Produksi kentang pada tahun 1998 mencapai 1.011.316 ton.

1.3. Jenis Tanaman

Kentang (Solanum tuberosum L) termasuk jenis tanaman sayuran semusim, berumur pendek dan berbentuk perdu/semak. Kentang termasuk tanaman semusim karena hanya satu kali berproduksi, setelah itu mati. Umur tanaman kentang antara 90-180 hari.
Dalam dunia tumbuhan, kentang diklasifikasikan sebagai berikut :


Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Famili : Solanaceae
Genus : Solanum
Species : Solanun tuberosum L.


Dari tanaman ini dikenal pula spesies-spesies lain yang merupakan spesies liar, di antaranya Solanum andigenum L, Solanum anglgenum L, Solanum demissum L dan lain-lain. Varitas kentang yang banyak ditanam di Indonesia adalah kentang kuning varitas Granola, Atlantis, Cipanas dan Segunung .

1.4. Manfaat Tanaman

Melihat kandungan gizinya, kentang merupakan sumber utama karbohidrat. Kentang menjadi makanan pokok di banyak negara barat. Zat-zat gizi yang terkandung dalam 100 gram bahan adalah kalori 347 kal, protein 0,3 gram, lemak 0,1 gram, karbohidrat 85,6 gram, kalsium (Ca) 20 gram, fosfor (P) 30 mg, besi (Fe) 0,5 mg dan vitamin B 0,04 mg

II. SYARAT PERTUMBUHAN

2.1. Iklim

  1. Daerah dengan curah hujan rata-rata 1500 mm/tahun sangat sesuai untuk membudidayakan kentang. Daerah yang sering mengalami angin kencang tidak cocok untuk budidaya kentang.
  2. Lama penyinaran yang diperlukan tanaman kentang untuk kegiatan fotosintesis adalah 9-10 jam/hari. Lama penyinaran juga berpengaruh terhadap waktu dan masa perkembangan umbi.
  3. Suhu optimal untuk pertumbuhan adalah 18-21 derajat C. Pertumbuhan umbi akan terhambat apabila suhu tanah kurang dari 10 derajat C dan lebih dari 30 derajat C.
  4. Kelembaban yang sesuai untuk tanaman kentang adalah 80-90%. Kelembaban yang terlalu tinggi akan menyebabkan tanaman mudah terserang hama dan penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan.

2.2. Media Tanam

  1. Secara fisik, tanah yang baik untuk bercocok tanaman kentang adalah yang berstruktur remah, gembur, banyak mengandung bahan organik, berdrainase baik dan memiliki lapisan olah yang dalam. Sifat fisik tanah yang baik akan menjamin ketersediaan oksigen di dalam tanah.
  2. Tanah yang memiliki sifat ini adalah tanah Andosol yang terbentuk di pegunungan-pegunungan.
  3. Keadaan pH tanah yang sesuai untuk tanaman kentang bervariasi antara 5,0-7,0, tergantung varietasnya. Untuk produksi yang baik pH yang rendah tidak cocok ditanami kentang. Pengapuran mutlak diberikan pada tanah yang memiliki nilai pH sekitar 7.

2.3. Ketinggian Tempat

Daerah yang cocok untuk menanam kentang adalah dataran tinggi/daerah pegunungan, dengan ketinggian antara 1.000-3.000 m dpl. Ketinggian idealnya berkisar antara 1000-1300 m dpl. Beberapa varitas kentang dapat ditanam di dataran menengah (300-700 m dpl).

III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

3.1. Pembibitan

Bibit Tanaman kentang dapat berasal dari umbi, perbanyakan melalui stek batang dan stek tunas daun.
  1. Umbi
    • Umbi bibit berasal dari umbi produksi berbobot 30-50 gram. Pilih umbi yang cukup tua antara 150-180 hari, umur tergantung varietas, tidak cacat, umbi baik, varitas unggul.
    • Umbi disimpan di dalam rak/peti di gudang dengan sirkulasi udara yang baik (kelembaban 80-95%). Lama penyimpanan 6-7 bulan pada suhu rendah dan 5-6 bulan pada suhu 25 derajat C.
    • Pilih umbi dengan ukuran sedang, memiliki 3-5 mata tunas.
    • Gunakan umbi yang akan digunakan sebagai bibit hanya sampai generasi keempat saja.
    • Setelah bertunas sekitar 2 cm, umbi siap ditanam.
    • Bila bibit diusahakan dengan membeli, (usahakan bibit yang kita beli bersertifikat), berat antara 30-45 gram dengan 3-5 mata tunas. Penanaman dapat dilakukan tanpa dan dengan pembelahan. Pemotongan umbi dilakukan menjadi 2-4 potong menurut mata tunas yang ada. Sebelum tanam umbi yang dibelah harus direndam dulu di dalam larutan Dithane M-45 selama 5-10 menit. Walaupun pembelahan menghemat bibit, tetapi bibit yang dibelah menghasilkan umbi yang lebih sedikit daripada yang tidak dibelah. Hal tersebut harus diperhitungkan secara ekonomis.
  2. Stek Batang dan stek tunas
    Cara ini tidak biasa dilakukan karena lebih rumit dan memakan waktu lebih lama. Bahan tanaman yang akan diambil stek batang/tunasnya harus ditanam di dalam pot. Pengambilan stek baru dapat dilakukan jika tanaman telah berumur 1-1,5 bulan dengan tinggi 25-30 cm. Stek disemaikan di persemaian. Apabila bibit menggunakan hasil stek batang atau tunas daun, ambil dari tanaman yang sehat dan baik pertumbuhannya. 

3.2. Pengolahan Media Tanam

Lahan dibajak sedalam 30-40 cm sampai gembur benar supaya perkembangan akar dan pembesaran umbi berlangsung optimal. Kemudian tanah dibiarkan selama 2 minggu sebelum dibuat bedengan.
Pada lahan datar, sebaiknya dibuat bedengan memanjang ke arah Barat-Timur agar memperoleh sinar matahari secara optimal, sedang pada lahan berbukit arah bedengan dibuat tegak lurus kimiringan tanah untuk mencegah erosi. Lebar bedengan 70 cm (1 jalur tanaman)/140 cm (2 jalur tanaman), tinggi 30 cm dan jarak antar bedengan 30 cm. Lebar dan jarak antar bedengan dapat diubah sesuai dengan varietas kentang yang ditanam. Di sekeliling petak bedengan dibuat saluran pembuangan air sedalam 50 cm dan lebar 50 cm.

3.3. Teknik Penanaman

3.3.1. Pemupukan Dasar


a) Pupuk dasar organik berupa kotoran ayam 10 ton/ha, kotoran kambing sebanyak 15 ton/ha atau kotoran sapi 20 ton/ha diberikan pada permukaan bedengan kurang lebih seminggu sebelum tanam, dicampur pada tanah bedengan atau diberikan pada lubang tanam. 
b) Pupuk anorganik berupa SP-36=400kg/ha.

3.3.2. Cara Penanaman

  1. Bibit yang diperlukan jika memakai jarak tanam 70 x 30 cm adalah 1.300-1.700 kg/ha dengan anggapan umbi bibit berbobot sekitar 30-45 gram.
  2. Jarak tanaman tergantung varietas. Dimanat dan LCB 80 x 40 sedangkan varietas lain 70 x 30 cm.
  3. Waktu tanam yang tepat adalah diakhir musim hujan pada bulan April-Juni, jika lahan memiliki irigasi yang baik/sumber air kentang dapat ditanam dimusim kemarau. Jangan menanam dimusim hujan. Penanaman dilakukan dipagi/sore hari.
  4. Lubang tanam dibuat dengan kedalaman 8-10 cm. Bibit dimasukkan ke lubang tanam, ditimbun dengan tanah dan tekan tanah di sekitar umbi. Bibit akan tumbuh sekitar 10-14 hst.
  5. Mulsa jerami perlu dihamparkan di bedengan jika kentang ditanam di dataran medium.

3.4. Pemeliharaan Tanaman

3.4.1. Penyulaman

Untuk mengganti tanaman yang kurang baik, maka dilakukan penyulaman. Penyulaman dapat dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari. Bibit sulaman merupakan bibit cadangan yang telah disiapkan bersamaan dengan bibit produksi. Penyulaman dilakukan dengan cara mencabut tanaman yang mati/kurang baik tumbuhnya dan ganti dengan tanaman baru pada lubang yang sama.

3.4.2. Penyiangan

Lakukan penyiangan secara kontinyu dan sebaiknya dilakukan 2-3 hari sebelum/bersamaan dengan pemupukan susulan dan penggemburan. Jadi penyiangan dilakukan minimal dua kali selama masa penanaman. Penyiangan harus dilakukan pada fase kritis yaitu vegetatif awal dan pembentukan umbi.

3.4.3. Pemangkasan Bunga

Pada varietas kentang yang berbunga sebaiknya dipangkas untuk mencegah terganggunya proses pembentukan umbi, karena terjadi perebutan unsur hara untuk pembentukan umbi dan pembungaan.

3.4.4. Pemupukan

Selain pupuk organik, maka pemberian pupuk anorganik juga sangat penting untuk pertumbuhan tanaman. Pupuk yang biasa diberikan Urea dengan dosis 330 kg/ha, TSP dengan dosis 400 kg/ha sedangkan KCl 200 kg/ha. Secara keseluruhan pemberian pupuk organik dan anorganik adalah sebagai berikut:
  1. Pupuk kandang: saat tanam 15.000-20.000 kg.
  2. Pupuk anorganik
    • Urea/ZA: 21 hari setelah tanam 165/350 kg dan 45 hari setelah tanam 165/365 kg.
    • SP-36: saat tanam 400 kg.
    • KCl: 21 hari setelah tanam 100 kg dan 45 hari setelah tanam 100 kg.
  3. Pupuk cair: 7-10 hari sekali dengan dosis sesuai anjuran.
Pupuk anorganik diberikan ke dalam lubang pada jarak 10 cm dari batang tanaman kentang.

3.4.5. Pengairan

Tanaman kentang sangat peka terhadap kekurangan air. Pengairan harus dilakukan secara rutin tetapi tidak berlebihan. Pemberian air yang cukup membantu menstabilkan kelembaban tanah sebagai pelarut pupuk. Selang waktu 7 hari sekali secara rutin sudah cukup untuk tanaman kentang. Pengairan dilakukan dengan cara disiram dengan gembor/embrat/dengan mengairi selokan sampai areal lembab (sekitar 15-20 menit).

3.5. Hama dan Penyakit

3.5.1. Hama

  1. Ulat grayak (Spodoptera litura)
    Gejala: ulat menyerang daun dengan memakan bagian epidermis dan jaringan hingga habis daunnya. Pengendalian: (1) mekanis dengan memangkas daun yang telah ditempeli telur; (2) kimia dengan Azordin, Diazinon 60 EC, Sumithion 50 EC. 
  2. Kutu daun (Aphis Sp)
    Gejala: kutu daun menghisap cairan dan menginfeksi tanaman, juga dapat menularkan virus bagi tanaman kedelai. Pengendalian: dengan cara memotong dan membakar daun yang terinfeksi, menyemprotkan Roxion 40 EC, Dicarzol 25 SP.
  3. Orong-orong (Gryllotalpa Sp)
    Gejala: menyerang umbi di kebun, akar, tunas muda dan tanaman muda. Akibatnya tanaman menjadi peka terhadap infeksi bakteri. Pengendalian: menggunakan tepung Sevin 85 S yang dicampur dengan pupuk kandang. 
  4. Hama penggerek umbi (Phtorimae poerculella Zael)
    Gejala: pada daun yang berwarna merah tua dan terlihat adanya jalinan seperti benang yang berwarna kelabu yang merupakan materi pembungkus ulat. Umbi yang terserang bila dibelah, akan terlihat adanya lubang-lubang karena sebagian umbi telah dimakan. Pengendalian: secara kimia menggunakan Selecron 500 EC, Ekalux 25 EC, Orthene &5 SP, Lammnate L. 
  5. Hama trip ( Thrips tabaci )
    Gejala: pada daun terdapat bercak-bercak berwarna putih, selanjutnya berubah menjadi abu-abu perak dan kemudian mengering. Serangan dimulai dari ujung-ujung daun yang masih muda. Pengendalian: (1) secara mekanis dengan cara memangkas bagian daun yang terserang; (2) secara kimia menggunakan Basudin 60 EC, Mitac 200 EC, Diazenon, Bayrusil 25 EC atau Dicarzol 25 SP.

3.5.2. Penyakit

  1. Penyakit busuk daun 
    Penyebab: jamur Phytopthora infestans. Gejala: timbul bercak-bercak kecil berwarna hijau kelabu dan agak basah, lalu bercak-bercak ini akan berkembang dan warnanya berubah menjadi coklat sampai hitam dengan bagian tepi berwarna putih yang merupakan sporangium. Selanjutnya daun akan membusuk dan mati. Pengendalian: menggunakan Antracol 70 WP, Dithane M-45, Brestan 60, Polyram 80 WP, Velimek 80 WP dan lain-lain.
  2. Penyakit layu bakteri
    Penyebab: bakteri Pseudomonas solanacearum. Gejala: beberapa daun muda pada pucuk tanaman layu dan daun tua, daun bagian bawah menguning. Pengendalian: dengan cara menjaga sanitasi kebun, pergiliran tanaman. Pemberantasan secara kimia dapat menggunkan bakterisida, Agrimycin atu Agrept 25 WP.
  3. Penyakit busuk umbi 
    Penyebab: jamur Colleotrichum coccodes. Gejala: daun menguning dan menggulung, lalu layu dan kering. Pada bagian tanaman yang berada dalam tanah terdapat bercak-bercak berwarna coklat. Infeksi akan menyebabkan akar dan umbi muda busuk. Pengendalian: dengan cara pergiliran tanaman , sanitasi kebun dan penggunaan bibit yang baik. 
  4. Penyakit fusarium 
    Penyebab: jamur Fusarium sp. Gejala: infeksi pada umbi menyebabkan busuk umbi yang menyebabkan tanaman layu. Penyakit ini juga menyerang kentang di gudang penyimpanan. Infeksi masuk melalui luka-luka yang disebabkan nematoda/faktor mekanis. Pengendalian: dengan menghindari terjadinya luka pada saat penyiangan dan pendangiran. Pengendalian kimia dengan Benlate. 
  5. Penyakit bercak kering (Early Blight) 
    Penyebab: jamur Alternaria solani. Jamur hidup disisa tanaman sakit dan berkembang biak di daerah kering. Gejala: daun terinfeksi berbercak kecil yang tersebar tidak teratur, berwarna coklat tua, lalu meluas ke daun muda. Permukaan kulit umbi berbercak gelap tidak beraturan, kering, berkerut dan keras. Pengendalian: dengan pergiliran tanaman.
  6. Penyakit karena virus
    Virus yang menyerang adalah: (1) Potato Leaf Roll Virus (PLRV) menyebabkan daun menggulung; (2) Potato Virus X (PVX) menyebabkan mosaik laten pada daun; (3) Potato Virus Y (PVY) menyebabkan mosaik atau nekrosis lokal; (4) Potato Virus A (PVA) menyebabkan mosaik lunak; (5) Potato Virus M (PVM) menyebabkan mosaik menggulung; (6) Potato Virus S (PVS) menyebabkan mosaik lemas. Gejala: akibat serangan, tanaman tumbuh kerdil, lurus dan pucat dengan umbi kecil-kecil/tidak menghasilkan sama sekali; daun menguning dan jaringan mati. Penyebaran virus dilakukan oleh peralatan pertanian, kutu daun Aphis spiraecola, A. gossypii dan Myzus persicae, kumbang Epilachna dan Coccinella dan nematoda. Pengendalian: tidak ada pestisida untuk mengendalikan virus, pencegahan dan pengendalian dilakukan dengan menanam bibit bebas virus, membersihkan peralatan, memangkas dan membakar tanaman sakit, memberantas vektor dan pergiliran tanaman. 

3.6. Panen

3.6.1. Ciri dan Umur Panen

Umur panen pada tanaman kentang berkisar antara 90-180 hari, tergantung varietas tanaman. Pada varietas kentang genjah, umur panennya 90-120 hari; varietas medium 120-150 hari; dan varietas dalam 150-180 hari.
Secara fisik tanaman kentang sudah dapat dipanen apabila daunnya telah berwarna kekuning-kuningan yang bukan disebabkan serangan penyakit; batang tanaman telah berwarna kekuningan dan agak mengering. Selain itu tanaman yang siap panen kulit umbi akan lekat sekali dengan daging umbi, kulit tidak cepat mengelupas bila digosok dengan jari.

3.6.2. Cara Panen

Waktu memanen sangat dianjurkan dilakukan pada waktu sore hari/pagi hari dan dilakukan pada saat hari cerah. Cara memanen yang baik adalah sebagai berikut: cangkul tanah disekitar umbi kemudian angkat umbi dengan hati hati dengan menggunakan garpu tanah. Setelah itu kumpulkan umbi ditempat yang teduh. Hindari kerusakan mekanis waktu panen.

3.6.3. Prakiraan Produksi


a) Granola/Atlantis: produksi 35-40 ton/ha.
b) Red Pontiac: produksi 15 ton/ha.
c) Desiree: produksi 18 ton/ha.
d) DTO: produksi 20 ton/ha.
e) Klon no. 17: produksi 30-40 ton/ha.
f) Klon no. 08: produksi 25-30 ton/ha.

 

3.7. Pascapanen

3.7.1. Penyortiran dan Pengolongan

Umbi yang baik dan sehat dipisahkan dengan umbi yang cacat dan terkena penyakit. Kegiatan ini akan mencegah penularan penyakit kepada umbi yang sehat. Kentang di sortir berdasarkan ukuran umbi (tergantung varitas).

3.7.2. Penyimpanan

Simpan umbi kentang dalam rak-rak yang tersusun rapi, sebaiknya ruangan tempat penyimpanan dibersihkan dan disterilisasi dahulu agar terbebas dari bakteri. Simpan di tempat yang tertutup dan berventilasi.

3.7.3. Pengemasan dan Pengangkutan

Alat pengemas harus bersih dan terbuat dari bahan yang ringan. Pengemas harus berventilasi dan di bagian dasar dan tepi diberi bahan yang mengurangi benturan selama pengangkutan.

3.7.4. Pembersihan

Petani konvensional hampir tidak pernah membersihkan umbi. Untuk memasarkan kentang di pasar swalayan/ke luar negeri, kentang harus dibersihkan terlebih dulu. Bersihkan umbi dari segala kotoran yang menempel dengan lap. Lakukan perlahan-lahan jangan sampai menimbulkan lecet-lecet. Selain itu umbi dapat dibersihkan dengan cara dicuci di air mengalir yang tidak terlalu deras kemudian dikeringanginkan. Umbi yang bersih akan memperpanjang keawetan umbi selain itu juga akan menarik konsumen.

IV. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

4.1. Analisis Usaha Budidaya


Biaya produksi 1 hektar kentang Granola adalah Rp. 15.500.000,-. Dalam satu musim tanam dihasilkan kentang :
a) Mutu ABC 18.000 kg (Rp.1.000/kg).
b) Apkir 1.000 kg (Rp. 450/kg).
c) Kecil 4.000 kg (Rp. 550/kg).

Keuntungan dari satu periode tanam adalah sekitar Rp. 5.100.000,-Perkiraan biaya produksi dan keuntungan budidaya 1 hektar kentang untuk satu musim tanam (6 bulan).
Analisis budidaya kentang granola dengan luas lahan 1 ha untuk satu musim tanam (6 bulan) di daerah Bandung, Jawa Barat tahun 1999.
  1. Biaya produksi
    1. Lahan
      - Sewa lahan permusim tanam (6 bulan)
      - Pembuatan gudang
    2. Bibit kentang 1.600 kg x Rp. 9.000,-
    3. Pupuk
      - Urea: 400 kg @ Rp. 1.100,-
      - SP-36: 400 kg (a) Rp. 1.900,-
      - KCl: 200 kg @ Rp. 1.650,-
      - Pupuk daun: 3 liter
      - Pupuk kandang: 5 truk @ Rp. 300.000,-
    4. Obat dan pestisida
      - Furadan 3G": 20 kg @ Rp. 16.000,-
      - Dithane M-45": 45 liter @ Rp. 50.000,-
      - Insektisida: 2,5 liter
      - Perekat (agristik): 3 liter
    5. Peralatan
    6. Tenaga kerja
      - Pengolahan tanah I dengan traktor
      - Pengolahan tanah II dengan cangkul: 70 HKP @ Rp.10.000,-
      - Pembuatan bedengan dan parit: 100 HKP
      - Penanaman: 115 HKP
      - Pemupukan: 47 HKP
      - Penyiangan dan pembumbunan: 45 HKP
      - Penyemprotan pestisida: 30 HKP
      - Pemangkasan bunga: 6 HKP
      - Tenaga tetap 1 orang selama 3 bulan
    7. Panen :
      - Panen dan pengangkutan: 36 HKP
    8. Biaya tak terduga
      Jumlah biaya produksi
  2. Pendapatan: 80% x 20.000 tanaman x 1,5 kg @ Rp. 2.000,-
  3. Keuntungan
  4. Parameter kelayakan usaha
    1. B/C rasio


Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.


1.000.000,-
250.000,-
14.400.000,-

440.000,-
760.000,-
330.000,-
100.000,-
1.500.000,-

320.000,-
2.250.000,-
450.000,-
60.000,-
900.000,-

500.000,-
700.000,-
1.000.000,-
1.150.000,-
470.000,-
450.000,-
300.000,-
60.000,-
600.000,-

360.000,-
3.000.000,-
31.350.000,-
48.000.000,-
16.650.000,-

= 1,531
Keterangan: HKP hari kerja pria.

4.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Di awal krisis ekonomi harga komoditi kentang meningkat sampai lebih dari dua kalinya. Saat ini ketika harga komoditi hortikultur lainnya seperti bawang daun dan cabe menurun drastis, harga kentang di pasaran relatif masih sangat baik.
Kentang adalah salah satu komoditi hortikultura yang harganya relatif stabil dan tidak terlalu tergantung musim. Harga yang stabil ini lebih menjamin masa depan agribisnis kentang daripada komoditi hortikultura lainnya.
Walaupun Indonesia sudah mengekspor kentang ke Malaysia melalui Brastagi, peluang ekspor ke negara lainnya harus diambil.

V. STANDAR PRODUKSI

5.1. Ruang lingkup

Standar ini meliputi klasifikasi dan syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara pengujian contoh, syarat penandaan dan pengemasan.

5.2. Diskripsi

Kentang yang segar adalah umbi batang dari tanaman kentang dalam keadaan utuh bersih dan segar, sesuai dengan SNI-01-3175-1992

5.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Menurut ukuran berat, kentang segar digolongkan dalam:

a) Kecil: 50 gram kebawah.
b) Sedang: 51-100 gram.
c) Besar: 101-300 gram.
d) Sangat besar: 301 gram ke atas.

Menurut jenis mutunya kentang segar digolongkan dalam 2 jenis mutu, yaitu mutu I dan mutu II.

a) Keseragaman warna dan bentuk: mutu I=seragam; mutu II=seragam.
b) Keseragaman ukuran: mutu I=seragam; mutu II=seragam.
c) Kerataan permukaan kentang: mutu I=rata; mutu II=tidak disyaratkan.
d) Kadar kotor (bobot/bobot): mutu I=maksimum 2,5%; mutu II=maksimum 2,5%.
e) Kentang cacat (bobot/bobot): mutu I=maksimum 5%; mutu II=maksimum 10%.
f) Ketuaan kentang: mutu I=tua; mutu II=cukup tua.

Untuk mendapatkan hasil kentang yang sesuai dengan standar maka dilakukan pengujian Yang meliputi:
  1. Penentuan keseragaman ukuran kentang
    Timbang seluruh cuplikan, kemudian timbang tiap butir dalam cuplikan. Pisahkan butir-butir yang beratnya diatas/dibawah ukuran berat yang telah ditentukan dan timbanglah semuanya. Bila presentase berat butir yang diatas/dibawah ukuran berat masing-masing sama/kurang dari 5% maka contoh dianggap seragam.
  2. Penentuan kerataan permukaan kentang
    Timbang seluruh cuplikan dan ukur benjolan yang terdapat pada tiap butir dalam cuplikan. Pisahkan butir-butir cuplikan yang mempunyai benjolan lebih dari 1 cm sama/kurang dari 10% jumlah cuplikan maka cuplikan dianggap mempunyai permukaan rata.
  3. Penentuan kadar kotoran
    Timbanglah sampai mendekati 0,1 gram sebanyak lebih kurang 500 gram cuplikan dalam wadah yang telah ditera sebelumnya dan tuanglah kedalalam sebuah bak kayu yang disediakan khusus untuk itu. Pilihlah kotoran-kotoran dan timbanglah berat masing-masing.
  4. Penentuan cacat pada kentang segar
    Timbang seluruh cuplikan dan tentukan butir-butir kentang yang cacat. Pisahkan butir-butir yang cacat dan timbanglah semuanya. Bila presentase berat butir-butir yang cacat sama/kurang dari 50%, maka cuplikan dianggap Mutu I dan bila sama/kurang dari 10% maka cuplikan dianggap Mutu II.
  5. Penentuan ketuaan pada kentang segar
    Timbanglah seluruh cuplikan dan tentukan butir contoh yang tua/cukup tua. Pisahkan butir yang tua/cukup tua dan timbanglah semuanya. Bila presentase berat butir contoh yang kulitnya mengelupas beratnya lebih dari ¼ bagian permukaannya sama/kurang dari 5%, maka cuplikan dianggap tua dan bila sama/kurang dari 10%, maka cuplikan dianggap cukup tua.

5.4. Pengambilan Contoh


Contoh diambil secara acak dari jumlah kemasan seperti terlihat berikut ini. Tiap kemasan diambil contoh sebanyak 10 kg dari bagian atas, tengah dan bawah. Contoh tersebut dicampur merata tanpa menimbulkan kerusakan, kemudian dibagi menjadi empat dan dua bagian diambil secara diagonal. Cara ini dilakukan beberapa kali sampai contoh mencapai 10 kg.
a) Untuk jumlah kemasan dalam lot 1 sampai 3, contoh yang diambil semua.
b) Untuk jumlah kemasan dalam lot 4 sampai 25, contoh yang diambil 3.
c) Untuk jumlah kemasan dalam lot 26 sampai 50, contoh yang diambil 6.
d) Untuk jumlah kemasan dalam lot 51 sampai 100, contoh yang diambil 8.
e) Untuk jumlah kemasan dalam lot 101 sampai 150, contoh yang diambil 10.
f) Untuk jumlah kemasan dalam lot 151 sampai 200, contoh yang diambil 12.
g) Untuk jumlah kemasan dalam lot 201 atau lebih, contoh yang diambil 15.

Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang berpengalaman atau dilatih lebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan badan hukum.

5.5. Pengemasan

Kentang disajikan dalam bentuk utuh dan segar. Dikemas dengan keranjang/bahan lain dengan berat netto maksimum 80 kg dan ditutup dengan anyaman bambu kemudian diikat dengan tali rotan/bahan lain. Isi kemasan tidak melebihi permukaan.
Di dalam keranjang atau kemasan diberi label yang bertuliskan :

a) Nama barang.
b) Jenis mutu.
c) Nama/kode perusahaan/eksportir.
d) Berat netto.
e) Produksi Indonesia.
f) Negara/tempat tujuan.

VI. REFERENSI

6.1. Daftar Pustaka


a) Budi Samadi, Ir. 1997. Usaha Tani Kentang. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 
b) Bonus Trubus no. 342. 1998. Analisis Komoditas Kebal Resesi.
c) https://iptekpertanian.blogspot.com/

6.2. Personil


a) Bapak Ujah. BBI. Pangalengan Kabupaten Bandung.

BUNGA MELATI / Jasmine Flower ( Jasmine officinalle )

MELATI

( Jasmine officinalle )

I. UMUM

1.1. Sejarah singkat


Bunga Melati adalah tanaman bunga hias berupa perdu berbatang tegak yang hidup menahun. Di Italia melati casablanca (Jasmine officinalle), yang disebut Spansish Jasmine ditanam tahun 1692 untuk di jadikan parfum. Tahun 1665 di Inggris dibudidayakan melati putih (J. sambac) yang diperkenalkan oleh Duke Casimo de' Meici. Dalam tahun 1919 ditemukan melati J. parkeri di kawasan India Barat Laut, Kemudian dibudidayakan di Inggris pada tahun 1923. 
Di Indonesia nama melati dikenal oleh masyarakat di seluruh wilayah Nusantara. Nama-nama daerah untuk melati adalah Menuh (Bali), Meulu cut atau Meulu Cina (Aceh), Menyuru (Banda), Melur (Gayo dan Batak Karo), Manduru (Menado), Mundu (Bima dan Sumbawa) dan Manyora (Timor), serta Malete (Madura).

1.2. Sentra Penanaman

Di Indonesia Pusat penyebaran tanaman melati terkonsentrasi di Jawa Tengah, terutama di Kabupaten Pemalang, Purbalingga dan Tegal.

1.3. Jenis Tanaman

Diantara 200 jenis melati yang telah diidentifikasi oleh para ahli botani baru sekitar 9 jenis melati yang umum dibudidayakan dan terdapat 8 jenis melati yang potensial untuk dijadikan tanaman hias. Sebagian besar jenis melati tumbuh liar di hutan-hutan karena belum terungkap potensi ekonomis dan sosialnya. Tanaman melati termasuk suku melati-melatian atau famili Oleaceae.
Kedudukan tanaman melati dalam sistematika/taksonomi tumbuhan adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Oleales
Famili : Oleaceae
Genus : Jasminum
Spesies : Jasminum sambac (L) W. Ait..
Jenis, Varietas dan Ciri-ciri penting (karakteristik) tanaman melati adalah sebagai berikut:
  1. Jasmine sambac Air (melati putih, puspa bangsa)
  2. Jasmine multiflora Andr (melati hutan:melati gambir, poncosudo, Star Jasmine, J,. pubescens willd).
  3. Jasmine officinale (melati casablanca, Spanish Jasmine) sinonim dengan J. floribundum=Jasmine grandiflorum).
  4. perdu setinggi 1, 5 meter.
  5. Jasmine rex (melati Raja, King Jasmine).
  6. Jasmine parkeri Dunn (melati pot).
  7. Jasmine mensyi (Jasmine primulinum, melati pimrose).
  8. Jasmine revolutum Sims (melati Italia)
  9. Jasmine simplicifolium ( melati Australia, J. volibile, m. bintang)
  10. Melati hibrida. Bunga pink dan harum.
Adapun jenis dan varietes Melati yang ada di Pulau Jawa antara lain:
  1. Jasmine. Sambac (melati Putih), antara lain varietas: Maid of Orleans, Grand Duke of Tuscany, Menur dan Rose Pikeke
  2. Jasmine. multiflorum (Star Jasmine)
  3. Jasmine officinale (melati Gambir)

1.4. Manfaat Tanaman

Tanaman Bunga melati bermanfaat sebagai bunga tabur, bahan industri minyak wangi, kosmetika, parfum, farmasi, penghias rangkaian bunga dan bahan campuran atau pengharum teh.

II. SYARAT PERTUMBUHAN

2.1. Iklim


a) Curah hujan 112-119 mm/bulan dengan 6-9 hari hujan/bulan, serta mempunyai iklim dengan 2-3 bulan kering dan 5-6 bulan basah.
b) Suhu udara siang hari 28-36 derajat C dan suhu udara malam hari 24-30 derajat C,
c) Kelembaban udara (RH) yang cocok untuk budidaya tanaman ini 50-80 %.
d) Selain itu pengembangan budi daya melati paling cocok di daerah yang cukup mendapat sinar matahari.

2.2. Media Tanam


Tanaman melati umumnya tumbuh subur pada jenis tanah Podsolik Merah Kuning (PMK), latosol dan andosol. 
Tanaman melati membutuhkan tanah yang bertekstur pasir sampai liat, aerasi dan drainase baik, subur, gembur, banyak mengandung bahan organik dan memiliki. 
Derajat keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman ini adalah pH=5-7.

2.3. Ketinggian Tempat

Tanaman melati dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi pada ketinggian 10-1.600 m dpl. Meskipun demikian, tiap jenis melati mempunyai daya adaptasi tersendiri terhadap lingkungan tumbuh. Melati putih (J,sambac) ideal ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 600 m dpl, sedangkan melati Star Jasmine (J.multiflorum) dapat beradaptasi dengan baik hingga ketinggian 1.600 m dpl. Di sentrum produksi melati, seperti di Kabupaten Tegal, Purbalingga dan Pemalang (Jawa Tengah), melati tumbuh dengan baik di dataran rendah sampai dataran menengah (0-700 m dpl).

III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

3.1. Pembibitan

3.1.1. Teknik Penyemaian Benih

Tancapkan tiap stek pada medium semai 10-15 cm/sepertiga dari panjang stek. Tutup permukaan wadah persemaian dengan lembar plastik bening (transparan) agar udara tetap lembab.

3.1.2. Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

  • Penyiapan tempat semai :
    1. Siapkan tempat/wadah semai berupa pot berukuran besar/polybag, medium semai (campuran tanah, pasir steril/bersih).
    2. Periksa dasar wadah semai dan berilah lubang kecil untuk pembuangan air yang berlebihan.
    3. Isikan medium semai ke dalam wadah hingga cukup penuh/setebal 20-30 cm. Siram medium semai dengan air bersih hingga basah.
  • Pemeliharaan bibit stek :
    1. Lakukan penyiraman secara kontinu 1-2 kali sehari.
    2. Usahakan bibit stek mendapat sinar matahari pagi.
    3. Pindahkan tanaman bibit stek yang sudah berakar cukup kuat (umur 1-23 bulan) ke dalam polybag berisi medium tumbuh campuran tanah, pasir dan pupuk organik (1:1:1).
    4. Pelihara bibit melati secara intensif (penyiraman, pemupukan dan penyemprotan pestisida dosis rendah) hingga bibit berumur 3 bulan.

3.2. Pengolahan Media Tanam

3.2.1. Pembukaan Lahan


a) Bersihkan lokasi untuk kebun melati dari rumput liar (gulma), pepohonan yang tidak berguna/batu-batuan agar mudah pengelolaan tanah.
b) Olah tanah dengan cara di cangkul/dibajak sedalam 30-40 cm hingga gembur, kemudian biarkan kering angin selama 15 hari

3.2.2. Pembentukan Bedengan

Membentuk bedengan selebar 100-120 cm, tinggi 30-40 cm, jarak antara bedeng 40-60 cm dan panjang disesuaikan dengan kondisi lahan.

3.2.3. Pengapuran

Tanah yang pH-nya masam dapat diperbaiki melalui pengapuran, misalnya dengan kapur kalsit (CaCO3) dolomit {CaMg (CO3)2}, kapur bakar (Quick lime, CaO)/kapur hidrat (Slakked lime,{Ca(OH)2}. Fungsi/kegunaan pengapuran tanah masam adalah untuk menaikan pH tanah, serta untuk menambah unsur-unsur Ca dan Mg.

3.2.4. Pemupukan

Tebarkan pupuk kandang di atas permukaan tanah, kemudian campurkan secara merata dengan lapisan tanah atas. Pupuk kandang dimasukkan pada tiap lubang tanam sebanyak 1-3 kg. Dosis pupuk kandang berkisar antara 10-30 ton/hektar. Lubang tanam dibuat ukuran 40 x 40 x 40 cm dengan jarak antar lubang 100-150 cm. Penyiapan lahan sebaiknya dilakukan pada musim kemarau/1-2 bulan sebelum musim hujan.

3.3. Teknik Penanaman

3.3.1. Penentuan Pola Tanam

Sebulan sebelum tanam, bibit melati diadaptasikan dulu disekitar kebun. Lahan kebun yang siap ditanami diberi pupuk dasar terdiri atas 3 gram TSP ditambah 2 gram KCI per tanaman. Bila tiap hektar lahan terdapat sekitar 60.000 lubang tanam (jarak tanam 1,0 m x 1,5 m), kebutuhan pupuk dasar terdiri atas 180 kg TSP dan 120 kg KCI. Bersama pemberian pupuk dasar dapat ditambahkan "pembenah dan pemantap tanah " misalnya Agrovit, stratos/asam humus Gro-Mate .

3.3.2. Pembuatan Lubang Tanam

Bibit melati dalam polybag disiram medium tumbuh dan akar-akarnya. Tiap lubang tanam ditanami satu bibit melati. Tanah dekat pangkal batang bibit melati dipadatkan pelan-pelan agar akar-akarnya kontak langsung dengan air tanah.

3.3.3. Cara Penanaman

Jarak tanam dapat bervariasi, tergantung pada bentuk kultur budidaya, kesuburan tanah dan jenis melati yang ditanam, bentuk kultur perkebunan jarak tanam umumnya adalah 1x1,5 m, sedang variasi lainnya adalah 40 x 40 cm, 40x25 cm dan 100 x 40 cm.

3.4. Pemeliharaan Tanaman

3.4.1. Penjarangan dan Penyulaman.

Cara penyulaman adalah dengan mengganti tanaman yang mati/tumbuhan abnormal dengan bibit yang baru. Teknik penyulaman prinsipnya sama dengan tata laksana penanaman, hanya saja dilakukan pada lokasi/blok/lubang tanam yang bibitnya perlu diganti. Periode penyulaman sebaiknya tidak lebih dari satu bulan setelah tanam. Penyulaman seawal mungkin bertujuan agar tidak menyulitkan pemeliharaan tanam berikutnya dan pertumbuhan tanam menjadi seragam. Waktu penyulaman sebaiknya dilakukan pada pagi/sore hari, saat sinar matahari tidak terlalu terik dan suhu udara tidak terlalu panas.

3.4.2. Penyiangan

Pada umur satu bulan setelah tanam, kebun melati sering ditumbuhi rumput-rumput liar (gulma). Rumput liar ini menjadi pesaing tanaman melati dalam pemenuhan kebutuhan sinar matahari, air dan unsur hara.

3.4.3. Pemupukan

Pemupukan tanaman melati dilakukan tiap tiga bulan sekali. Jenis dan dosis pupuk yang digunakan terdiri atas Urea 300-700 kg, STP 300-500 kg dan KCI 100-300 kg/ha/tahun.
Pemberian pupuk dapat dilakukan dengan cara disebar merata dalam parit di antara barisan tanaman/sekeliling tajuk tanaman sedalam 10-15 cm, kemudian ditutup dengan tanah. Pemupukan dapat pula dengan cara memasukan pupuk ke dalam lubang tugal di sekeliling tajuk tanaman melati. Waktu pemupukan adalah sebelum melakukan pemangkasan, saat berbunga, sesuai panen bunga dan pada saat pertumbuhan kurang prima.
Pemberian pupuk dapat meningkatkan produksi melati, terutama jenis pupuk yang kaya unsur fosfor (P), seperti Gandasil B (6-20-30)/Hyponex biru (10-40-15) dan waktu penyemprotan pupuk daun dilakukan pada pagi hari (Pukul 09.00) atau sore hari (pukul 15.30-16.30) atau ketika matahari tidak terik menyengat.

3.4.4. Pengairan dan Penyiraman

Pada fase awal pertumbuhan, tanaman melati membutuhkan ketersediaan air yang memadai. Pengairan perlu secara kontinyu tiap hari sampai tanaman berumur kurang lebih 1 bulan. Pengairan dilakukan 1-2 kali sehari yakni pada pagi dan sore hari. Cara pengairan adalah dengan disiram iar bersih tiap tanam hingga tanah di sekitar perakaran cukup basah.

3.4.5. Waktu Penyemprotan Pestisida

Zat perangsang/ zat pengatur Tumbuh (ZPT) dapat digunakan untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi bunga, zat perangsang bunga yang berpengaruh baik terhadap pembungaan melati adalah Cycocel (Chloromiguat) dan Etherel. Tanaman melati yang di semprot dengan Cycocel berkonsentrasi 5.000 ppm memberikan hasil bunga yang paling tinggi, yakni 1,45 kg/ tanaman.
Cara pemberiannya: zat perangsang bunga disemprotkan pada seluruh bagian tanaman, terutama bagian ujung dan tunas-tunas pembungaan. Konsentrasi yang dianjurkan 3.000 ppm-5.000 ppm untuk Cycocel atau 500-1.500 ppm bila digunakan Ethrel.

3.4.6. Lain-lain

Tanaman melati umumnya tumbuh menjalar, kecuali pada beberapa jenis melati, seperti varietas Grand Duke of tuscany yang tipe pertumbuhannya tegak. Tinggi pemangkasan amat tergantung pada jenis melati, jenis melati putih (J.sambac) dapat di pangkas pada ketinggian 75 cm dari permukaan tanah, sedangkan jenis melati Spnish Jasmine (J. officinale var. grandiflorum) setinggi 90 cm dari permukaan tanah.

3.5. Hama dan Penyakit

Tanaman melati tidak luput dari gangguan hama dan penyakit, prinsip pokok dan prioritas teknologi pengendalian hama/penyakit .
  1. Pengendalian hayati dilakukan secara maksimal dengan memanfaatkan musuh-musuh alami hama (parasitoid, perdator, patogen) dengan cara:
    - memasukan, memelihara, memperbanyak, melepaskan musuh alami
    - mengurangi penggunaan pestisida organik sintetik yang berspektrum lebar/menggunakan pestisida selektif. 
  2. Ekosistem pertanian dikelola dengan cara:
    - penggunaan bibit sehat
    - sanitasi kebun
    - pemupukan berimbang
    - pergiliran tanaman yang baik
    - penggunaan tanaman perangkap, 
  3. Pestisida digunakan secara selektif berdasarkan hasil pemantauan dan analisis ekosistem.

3.5.1. Hama

  1. Ulat palpita (Palpita unionalis Hubn)
    Hama ini termasuk ordo Lepidoptera dan famili Pyralidae, Stadium hama yang merusak tanaman melati adalah larva (ulat). Pengendalian: dilakukan dengan cara memotong bagian tanaman yang terserang berat dan menyemprotkan insektisida yang mangkus dan sangkil, misalnya Decis 2,5 EC, Perfekthion 400 E/Curacron 500 EC.
  2. Penggerek bunga (Hendecasis duplifascials)
    Hama ini termasuk ordo Lepidoptera dan famili Pyralidae. Gejala: menyerang tanaman melati dengan cara menggerek/melubangi bunga sehingga gagal mekar. Kuntum bunga yang terserang menjadi rusak dan kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh cendawan hingga menyebabkan bunga busuk. Pengendalian: disemprot dengan insektisida yang mangkus, misalnya Decis 2,5 EC, Cascade 50 EC/Lannate L .
  3. Thips (Thrips sp)
    Thrips termasuk ordo Thysanoptera dan famili Thripidae. Hama ini bersifat pemangsa segala jenis tanaman (polifag). Gejala: menyerang dengan cara mengisap cairan permukaan daun, terutama daun-daun muda (pucuk). Pengendalian: dilakukan dengan cara mengurangi ragam jenis tanaman inang di sekitar kebun melati dan menyemprotkan insektisida yang mangkus : Mesurol 50 WP, Pegasus 500 SC/Dicarzol 25 SP .
  4. Sisik peudococcus (Psuedococcus longispinus)
    Hama ini termasuk ordo Pseudococcidae dan famili Homoptera yang hidup secara berkelompok pada tangkai tunas dan permukaan daun bagian bawah hingga menyerupai sisik berwarna abu-abu atau kekuning-kuningan. Gejala: menyerang tanaman dengan cara mengisap cairan sel tanaman dan mengeluarkan cairan madu. Pengendalian: dilakukan dengan menyemprotkan insektisida yang mangkus, misalnya Bassa 500 EC/Nogos 50 EC.
  5. Ulat nausinoe (Nausinoe geometralis)
    Hama ini termasuk ordo Lepidoptera dan famili Pyralidae. Ciri: ngengat berwarna coklat dengan panjang badan rata-rata 12 mm dan panjang rentang sayap kurang lebih 24 mm berwarna coklat dan berbintik-bintik transparan. Gejala: menyerang daun tanaman melati identik (sama) dengan serangan ulat P. unionalis.
  6. Hama Lain.
    Hama lain yang sering ditemukan adalah kutu putih (Dialeurodes citri) dan kutu tempurung (scale insects). Bergerombol menempel pada cabang, ranting dan pucuk tanaman melati, menyerang dengan cara mengisap cairan sel, sehingga proses fotosintesis (metabolisme). Pengendalian dilakukan dengan menyemprotkan insektisida yang mangkus, seperti Perfekthion 400 EC/Decis 2,5 EC. 

3.5.2. Penyakit

  1. Hawar daun
    Penyebab: cendawan (jamur) Rhizcotonia solani Kuhn. Gejala: menyerang daun yang letaknya dekat permukaan tanah.
  2. Hawar benang (Thread Blight)
    Penyebab: jamur Marasmiellus scandens (Mass). Gejala: menyerang bagian cabang tanaman melati.
  3. Hawar bunga (Flower Blight)
    Penyebab: cendawan (jamur) Curvularia sp. Fusarium sp dan Phoma sp,. Gejala: bunga busuk, berwarna coklat muda dan kadang-kadang bunga berguguran.
  4. Jamur upas
    Penyebab: jamur Capnodium salmonicolor. Penyakit ini menyerang batang dan cabang tanaman melati yang berkayu. Gejala: terjadi pembusukan yang tertutup oleh lapisan jamur berwarna merah jambu pada bagian tanaman terinfeksi apnodium sp. dan Meliola jasmini Hansf. et Stev. Gejala serangan capnodium adalah permukaan atas daun tertutup oleh kapang jelaga berwarna hitam merata. 
  5. Bercak daun
    Penyebab: jamur Pestaloita sp. Gejala: bercak-bercak berwarna coklat sampai kehitam-hitaman pada daun.
  6. Karat daun (Rust)
    Penyebab: ganggang hijau parasit (Cephaleuros virescens Kunze). Gejala: pada permukaan daun yang terserang tampak bercak-bercak kemerah-merahaan dan berbulu. Penyakit ini umumnya menyerang daun-daun yang tua.
  7. Antraknosa
    Penyebab: jamur Colletotrichum gloesporoides. Gejala : terbentuk bintik-bintik kecil berwarna kehitam-hitaman. Bintik-bintik tersebut membesar dan memanjang berwarna merah jambu, terutama pada bagian daun. Serangan berat dapat menyebabkan mati ujung (die back).
  8. Penyakit lain
    Busuk bunga oleh bakteri Erwinia tumafucuens. Bintil akar oleh nematoda Meloidogyne incognito, penyebab abnormilitas perakaran tanaman. Virus kerdil penyebab terhambatnya pertumbuhan tanaman melati, belang-belang daun dan kadang-kadang seluruh ranting dan pucuk menjadi kaku. 

3.6. Panen

3.6.1. Ciri dan Umur Panen


Ciri-ciri bunga melati yang sudah saatnya dipanen adalah ukuran kuntum bunga sudah besar (maksimal) dan masih kuncup/setengah mekar. Produksi bunga melati di Indoensia masih rendah yakni berkisar antara 20-25 kg/hektar/hari.
Tanaman melati mulai berbunga pada umur 7-12 bulan setelah tanam. Panen bunga melati dapat dilakukan sepanjang tahun secara berkali-kali sampai umur tanaman antara 5-10 tahun. Setiap tahun berbunga tanaman melati umumnya berlangsung selama 12 minggu (3 bulan).

3.6.2. Cara Panen

Pemetikan bunga melati sebaiknya dilakukan pada pagi sore, yakni saat sinar matahari tidak terlalu terik/suhu udara tidak terlalu panas.

3.6.3. Periode Panen

Hasil panen bunga melati terbanyak berkisar antara 1-2 minggu. Selanjutnya, produksi bunga akan menurun dan 2 bulan kemudian meningkat lagi

3.6.4. Prakiraan Produksi

Produksi bunga melati paling tinggi biasanya pada musim hujan, di Jawa Tengah, panen bunga melati pada musim kemarau menghasilkan 5-10 kg/hektar, sedangkan panen pada musim hujan mencapai 300-1.000kg/ha. Data produksi bunga melati di Indonesia berkisar 1,5-2 ton/ha/th pada musim hujan dan 0,7-1 ton/ha/th pada musim kemarau.

3.7. Pascapanen

3.7.1. Pengumpulan

Di tempat terbuka bunga melati akan cepat layu untuk mempertahankan/memperpanjang kesegaran bunga tersebut dihamparkan dalam tampah beralas lembar plastik kemudian disimpan di ruangan bersuhu udara dingin antara 0-5 derajat C.

3.7.2. Lain-lain

Salah satu produk pengolahan pascapanen bunga melati adalah Jasmine Oil.

a). Minyak melati istimewa, yakni minyak yang diekstraksi dari bunga melati dengan pelarut ether minyak bumi, sebagai bahan baku minyak wangi mutu tinggi. 
b). Minyak melati biasa, yakni minyak yang diekstraksi dari bunga melati dengan pelarut benzole, sebagai bahan baku minyak wangi mutu sedang. 
c). Minyak pomade istimewa, yakni minyak yang diperoleh dengan teknik enfleurage bunga melati, sebagai bahan baku minyak rambut. 
d). Minyak pomade biasa, yakni minyak yang diekstraksi dari bunga melati bekas enfleurage, sebagai pewangi teknis.

Teknik enfleurage disebut teknik olesan. Prinsip kerja ekstraksi bunga melati dengan teknik olesan adalah sebagai berikut:

a). Oleskan lemak muri pada permukaan kaca tipis.
b). Letakan bunga melati yang masih segar (baru petik) diatas permukaan kaca .
c). Simpan kaca tipis bersama bunga melati dalam rak-rak penyimpanan yang terbuat dari plastik, kayu/logam tahan karat.
d). Biarkan bunga melati selama 3-4 hari sampai bunga tersebut layu.
e). Bunga melati yang telah layu segera dibuang untuk diganti dengan bunga-bunga baru/masih segar.
f). Lakukan cara tadi secara berulang-ulang selama 2-3 bulan hingga lemak dipenuhi minyak wangi bunga melati.

Teknik ekstraksi minyak melati dapat dilakukan dengan teknik tabung hampa.
  1. Masukan bunga melati segar ke dalam tabung, kemudian alirkan bahan pelarut (alkohol, ether, chlorofrom, ecetone, lemak murni, ether minyak bumi) secara berkesinambungan.
  2. Salurkan cairan ekstrak yang mengandung bahan pelarut dan unsur-unsur bunga melati ke tabung hampa udara yang dipanaskan sekedarnya untuk menguapkan bahan pelarut. Uap pelarut diallirkan kembali ke kondensor agar menjadi cairan.
  3. Tambahkan ethanol ke dalam unsur bunga melati. Unsur bunga melati biasanya berupa lilin padat (concrete) yang masih mengandung zat pewarna, damar dan unsur lain yang tidak menguap.
  4. Campurkan minyak tadi dengan alkohol kemudian saring kembali untuk menghilangkan kandungan damar.
  5. Lakukan penyulingan absolut dengan menggunakan sthlene glycol penyinaran dengan sinar ultra violet untuk menghilangkan zat pewarna.

IV. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

4.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisa budidaya tanaman melati seluas 0,5 ha yang dilakukan pada tahun 1999 di daerah Bogor.
  1. Biaya produksi
    1. Sewa lahan 0,5 ha
    2. Bibit
    3. Pupuk
    4. Pestisida
    5. Tenaga kerja
    6. Alat (penyusunan alat-alat)

    Jumlah biaya produksi

  2. Pendapatan 15.555 kg @ Rp. 850,-
  3. Keuntungan bersih
  4. Parameter kelayakan usaha
    1. O/I Ratio
    2. ROI
    3. BEP

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.

Rp.
Rp.

=
=
Rp.



750.000,-
190.000,-
325.000,-
50. 000,-
6.425.000,-
50.000,-

7.790.000,-

12.750.000,-
4.960.000,-

1,637
0,698
1.696.352,84,-

4.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Pengembangan usaha tani melati skala komersial mempunyai prospek cerah danpeluang pasarnya bagus. Tiap hari untuk keperluan tabur bunga dibutuhkan 600 kilogram bunga melati. Pasar potensial bunga melati adalah Jepang, Korea, Thailand, Taiwan dan Hongkong. Nilai ekonomi bunga melati semakin dibutuhkan dalam kehidupan maju (modern) untuk bahan baku industri minyak wangi, kosmetik, pewangi, penyedap the, cat, tinta, pestisida, pewangi sabun dan industri tekstil.
Meski peluang pasar bunga melati di dalam dan luar negeri cukup besar, produksi bunga melati Indonesia baru mampu memenuhi sekitar 2% dari kebutuhan melati pasar dunia. Penomena ini menunjukan peluang yang perlu dimanfaatkan dengan baik di Indonesia karena potensi sumber daya lahan amat luas dan agroekologinya cocok untuk tani melati.
Hasil studi agribisnis melati yang dilakukan oleh pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura di daerah setrum produksi Tegal (Jawa Tengah) menunjukan bahwa usaha tani melati menguntungkan dan layak dikembangkan.

V. STANDAR PRODUKSI

5.1. Ruang Lingkup

Standar melati meliputi ruang lingkup, deskripsi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan dan pengemasan.

5.2. Klasifikasi dan Standar Mutu

Mutu dan pengepakan bunga untuk ekspor ke pasaran Internasional sangat ditentukan oleh negara pengimpor.

5.3. Pengambilan Contoh

Satu partai/lot bunga melati segar terdiri atas maksimum 1.000 kemasan. Contoh diambil secara acak dari jumlah kemasan.

a) Jumlah kemasan dalam partai 1 - 5, contoh yang diambil semua.
b) Jumlah kemasan dalam partai 6 - 100, contoh yang diambil sekurang-kurangnya 5.
c) Jumlah kemasan dalam partai 101 - 300, contoh yang diambil sekurang-kurangnya 7.
d) Jumlah kemasan dalam partai 301 - 500, contoh yang diambil sekurang-kurangnya 9.
e) Jumlah kemasan dalam partai 501 - 1000, contoh yang diambil sekurang-kurangnya 10.

5.4. Pengemasan

Bunga melati segar dikemas dengan kotak karton yang baru dan kokoh, baik, bersih dan kering serta berventilasi. Jumlah tangkai sebanyak 15-20 tangkai diikat dan dibungkus. Kemudian dimasukkan ke dalam kemasan karton. Kemasan lain dengan bobot dan jumlah tangkai tertentu dapat digunakan atasdasar kesepakatan antara pihak penjual dan pihak pembeli. Ujung tangkai bunga dimasukkan ke dalam kantong plastik berisi kapas basah mengandung bahan pengawet.

VI. REFERENSI

6.1. Daftar Pustaka


a) Rukmana H. Rahmat (1997). Usaha Tani Melati, Yogyakarta, Kanisus 
b) https://iptekpertanian.blogspot.com/

6.2. Personil